Rabu, 08 Juni 2011

investasi domestic & investasi foreign

Investasi Domestic Direct

Penanam modal dalam negeri (PMDN) adalah perseorangan warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia, negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal diwilayah negara Republik Indonesia.

Penanaman modal dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah penanaman modal yang dilaksanakan berdasarkan Undang-undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 12 Tahun 1970.
Permohonan Penanaman Modal Baru untuk PMDN dapat dilakukan oleh PT, CV, Fa, Koperasi, BUMN, BUMD, atau Perorangan. Permohonan Penanaman Modal Baru yang berlokasi di 2 (dua) Propinsi atau lebih diajukan kepada BKPM. Permohonan Penanaman Modal Baru diajukan dengan menggunakan Formulir Aplikasi Model I/PMDN

Dokumen pendukung permohonan:
Bukti diri pemohon : Rekaman Akte Pendirian perusahaan dan perubahannya untuk PT, BUMN/ BUMD, CV, Fa; atau Rekaman Anggaran Dasar bagi Badan Usaha Koperasi; atau Rekaman Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk Perorangan. Surat Kuasa dari yang berhak apabila penandatangan permohonan bukan dilakukan oleh pemohon sendiri. Rekaman Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pemohon.

Uraian Rencana Kegiatan :

Uraian Proses Produksi yang dilengkapi dengan alir proses (Flow Chart), serta mencantumkan jenis bahan baku/bahan penolong, bagi industri pengolahan; atau Uraian kegiatan usaha, bagi kegiatan di bidang jasa. Persyaratan dan/atau ketentuan sektoral tertentu yang dikeluarkan oleh Pemerintah, seperti yang tercantum antara lain dalam Buku Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penanaman Modal.
Khusus sektor pertambangan yang merupakan kegiatan ekstraksi, sektor energi, sektor perkebunan kelapa sawit dan sektor perikanan harus dapat rekomendasi dari instansi yang bersangkutan. Khusus untuk bidang usaha industri pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit yang bahan bakunya tidak berasal dari kebun sendiri, harus dilengkapi dengan jaminan bahan baku dari pihak lain yang diketahui oleh Dinas Perkebunan Kabupaten/Kota setempat.
Bagi bidang usaha yang dipersyaratkan kemitraan : Kesepakatan/perjanjian kerjasama tertulis mengenai kesepakatan bermitra dengan Usaha Kecil, yang antara lain memuat nama dan alamat masing-masing pihak, pola kemitraan yang akan digunakan, hak dan kewajiban masing-masing pihak, dan bentuk pembinaan yang diberikan kepada usaha kecil. Akta Pendirian atau perubahannya atau risalah RUPS mengenai penyertaan Usaha Kecil sebagai pemegang saham, apabila kemitraan dalam bentuk penyertaan saham. Surat Pernyataan di atas materai dari Usaha Kecil yang menerangkan bahwa yang bersangkutan memenuhi kriteria usaha kecil sesuai Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995. Note : Untuk persyaratan No. 5 a, b, c akan di koordinasikan oleh BKPM dengan instansi terkait Proses pengurusan:
 Pemeriksaan dan persiapan permohonan MODEL I / PMDN
 Pengajuan dan monitor permohonan
 Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
 Akta Pendirian Perusahaan dari Notaris
 Surat Keterangan Domisili Perusahaan
 NPWP – Nomor Pokok Wajib Pajak
 Pengesahan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
 SPPKP – Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
 TDP – Tanda Daftar Perusahaan

Perusahaan Penanaman Modal Negeri mendapatkan fasilitas dalam bentuk :
pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan netto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu; pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri; pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu; pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu; penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu. Kriteria Perusahaan Penanaman Modal Negeri yang mendapatkan fasilitas antara lain :
Menyerap banyak tenaga kerja Termasuk skala prioritas tinggi termasuk pembangunan infrastruktur melakukan alih teknologi melakukan industri pionir berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlumenjaga kelestarian lingkungan hidup melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi didalam negeri.

Peraturan dan Perundang-undangan terkait :
Undang-undang No. 25 Tahun 2007 - Tentang Penanaman Modal
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Peraturan Presiden No. 36 Th 2010 Tentang Perubahan Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal
Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009 Tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal 



INVESTASI DOMESTIC DIRECT DAN FOREIGHT


INVESTASI DOMESTIC DIRECT TARGET INVESTASI DALAM NEGERI 2014 DITARGETKAN Rp 600 TRILIUN

Samarinda (ANTARA News – Kaltim)– Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan angka realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang baik pada 2010 mencapai Rp208,5 triliun dan ditargetkan pada 2014 mencapai Rp550-Rp600 triliun.
   
“Jika pelayanan ini dapat berjalan dengan baik maka dapat dipastikan tahun 2014 investasi meningkat sampai Rp550-Rp600 triliun”” kata Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia,  Gita Wirjawan di Samarinda, Jumat.
    
Ia optimistis hal itu bisa terealisasi karena didukun PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu). PTSP  merupakan kegiatan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.
    
“Adanya PTSP ini kami harapkan dapat memberikan pelayanan yang cepat, tepat, transparan dan memiliki kepastian hukum, sesuai motto program ini,” katanya saat menghadiri peresmian PTSP di Kaltim.
    
Motto PTSP adalah “Ramah dalam Pelayanan. Cepat dalam Pelaksanaan. Kepuasan yang Kami Utamakan”.
   
Pada tahun 2010, kapasitas Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mengalami peningkatan yang pesat yaitu satu persen, jumlah tersebut jika dirupiahkan mencapai Rp133-Rp138 triliun.
    
Kapasitas penanaman modal di luar Pulau Jawa juga mengalami peningkatan, yakni 38 persen 2010 yang awalnya hanya 13,7 persen.
    
“Kami berharap untuk kedepannya, Kaltim dapat menyumbang penanaman modal 50 persen,” katanya hal itu berdasarkan besarnya potensi sumber daya alam, industri serta perdagangan di provinsi berpenduduk 3,2 juta jiwa itu.
    
Apabila investasi dapat meningkat sampai Rp550-Rp600 triliun pada tahun 2014, maka dapat dipastikan dapat merangsang pertumbuhan ekonomi mencapai 6-7 persen.
    
Dengan adanya pertumbuhan ekonomi tersebut, diharapkan dapat semakin mensejahterakan rakyat Indonesia.
    
“Diharapkan SDA di Kaltim dapat di produksi di dalam negeri agar nilai tambahnya semakin tinggi, tidak hanya di jual dalam bentuk bahan mentah kemudian kita membelinya lagi setelah menjadi produk tertentu” katanya mengakhiri.
MENEROPONG INVESTASI PARIWISATA DALAM NEGERI
Potensi Indonesia yang sangat besar dengan lebih dari 17 ribu pulau masih sangat terbuka untuk investasi di bidang pariwisata. Di tengah kesulitan global, masih ada celah peluang investasi dalam dan luar negeri.
Gejolak dalam negeri seperti bentrok antarumat beragama di Cikeusik Pandeglang, Banten, dan kerusuhan di Temanggung, setidaknya akan berpengaruh terhadap sentimen pasar. Meski iklim investasi di dunia pariwisata dalam negeri tak signifikan terpengaruhi, Indonesia harus tetap waspada. Sebab, jika gejolak dalam negeri yang terjadi terus-menerus, dan terakumulasi, ini mengakibatkan kepercayaan investor menurun.
Terkait kekhawatiran tentang masalah keamanan, sebetulnya Indonesia masuk peringkat ke-67 negara paling aman di dunia (most peaceful country in the world). Bahkan lebih aman dari Amerika Serikat yang masuk peringkat ke-85.
Inilah yang membuat Menbudpar Jero Wacik percaya diri bahwa aura bagus 2011 berpihak pada pariwisata Indonesia. “Tahun 2011 auranya sangat positif. Kita menetapkan target optimistis 7,7 juta dan target pesimis sebagai kontrak kinerja Menbudpar kepada Presiden RI sebesar 7,3 juta,” kata Jero beberapa waktu lalu.
Menbudpar mengatakan, target kunjungan wisman tahun 2010 sebesar 7 juta tercapai. Jumlah kunjungan wisman tahun 2010 sebesar 7.000.571 atau tumbuh sekitar 8,5% dibandingkan tahun 2009 sebesar 6.452.259 wisman. “Capaian kunjungan wisman tahun ini melampaui target pesimistis 6,75 juta sebagai kontrak kinerja Menbudpar kepada Presiden RI dan melampaui target optimis 7 juta,” kata Menbudpar.
Ia menambahkan, capaian kunjungan 7,000.571 juta wisman tahun 2010 menghasilkan devisa sebesar US$ 7,6 miliar dengan perhitungan rata-rata pengeluaran US$ 1.085.70/orang per kunjungan dan lama tinggal wisman rata-rata 8,04 hari. Pengeluaran wisman tahun 2010 rata-rata sebesar US$ 1.085.70 telah mengalami peningkatan sekitar 9% dibandingkan tahun 2009 sebesar US$ 995,93/orang per kunjungan. Sedangkan lama tinggal wisman tahun 2010 rata-rata 8,04 hari mengalami peningkatan sebesar 5% dibandingkan tahun 2009 rata-rata 7,69 hari.
Jumlah perjalanan wisatawan nusantara (wisnus) tahun 2010 sebesar 234 juta dengan jumlah pengeluaran Rp 138 triliun atau mengalami peningkatan 3,05% dibandingkan tahun 2009 sebesar 229 juta perjalanan, sementara proyeksi tahun 2011 sebesar 237 juta perjalanan.
Meningkatnya perjalanan wisnus mendorong tingkat penghunian kamar (TPK) hotel bintang di tanah air pada Januari-Oktober 2010 rata-rata sebesar 50,38% atau meningkat 1,99 poin dibanding periode sama tahun 2009 sebesar 48,39%.
Dengan tag line “Indonesia Tourism Investment Opportunities” ini, Jero berharap agar calon investor asing dan lokal dapat mempertimbangkan berinvestasi bidang pariwisata di Indonesia.
Menurut data Kemenbudpar, Indonesia memang jauh tertinggal dari Malaysia dan Thailand dalam peringkat kunjungan wisata mancanegara. Tetapi, mampu meraih peringkat ke-3 pilihan wisata tropis yang murah.
“Peringkat ini memang tidak memengaruhi jumlah kedatangan wisman ke Indonesia secara langsung. Tapi, diperlukan sebagai benchmark dan cara untuk tahu kelemahan kita. Peringkat ini lebih berfungsi ke arah investasi,” kata Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar), Firmansyah Rahim.
Sementara itu, pengamat pariwisata dari Universitas Trisakti Aselina Endang Trihastuti mengatakan, jika kita bicara tentang pariwisata maka tidak bisa lepas dari marketing. Budaya dan seni bisa dijadikan konten dari pariwisata tersebut. “Produk budaya kita adalah Bali. Dalam marketing, ini sa­ngat bahaya kalau dijadikan single product,” ujarnya.
Menurutnya, masih banyak budaya dari daerah-daerah lain di Indonesia yang dapat dikemas menjadi paket wisata, selain Bali. Dia juga menilai pemerintah sangat sulit melakukan koordinasi antardepartemen. Bukan hanya itu, koordinasi de­ngan pemda juga tidak ada, padahal daerahlah yang memiliki potensi pariwisata.
“Kalau antardepartemen sulit dilakukan koordinasi, pemerintah bisa bekerja sama dengan swasta. Pihak swasta punya CSR yang bisa diarahkan untuk pariwisata,” lanjut Aselina.
Dia menambahkan, hal ini juga memengaruhi merosotnya daya saing pariwisata Indonesia. Ironisnya lagi, biro-biro perjalanan lebih senang mempromosikan paket-paket wisata luar negeri daripada paket-paket wisata dalam negeri. “Kalaupun ada paket wisata dalam negeri, hanyalah tempat-tempat yang sudah lama dikenal seperti Bali, Yogyakarta, Lombok,” tandas Aselina.
DILEMA HOT MONEY
Bayangkan anda butuh uang dan ingin mendapatkannya dalam tempo sesingkat-singkatnya. Entah untuk beli susu anak, atau bahkan beli mobil yang diidamkan. Untuk itu anda bersedia membayar kembali dengan bunga berlebih. Demi memperoleh kesingkatan waktu dan jumlah uang yang besar.
Lalu ada seseorang datang kepada anda, membawa segepok uang.
“Nih gue kasih pinjam ke elu.
“Berapa musti gue bayar balik? ”
“Gampanglah. Kira-kira 5% bunganya dan bayar cicil sampe tiga bulan.”
Anda tentu dengan senang hati menerima uang tersebut, yang berarti setuju dengan kesepakatan itu. Toh, bunga juga tidak tinggi-tinggi amat dan keringanan mengangsur sampai tiga bulan. Segera kebutuhan untuk beli susu atau mobil dapat terlaksana.
Tapi tidak sampai sebulan, orang itu datang lagi.
“Bro, duitnya gue ambil lagi ya. Lagi butuh mendesak, nih.”
“Waaahh, duitnya dah kepake. Gimana dong.”
Gue gak mau tahu. Pokoknya balikin duit gue segera.”
Anda pun kelabakan mengembalikan uang itu. Karena tidak punya uang di tangan,   barang yang telah terlanjur dibeli akan digadaikan, atau barang berharga lainnya. Pinjaman tadi jadi tidak ada artinya, ditambah rugi telah bayar bunga satu bulan,. Dikemudian hari ternyata anda mengetahui bahwa orang tadi setelah menarik uangnya dari anda, lalu meminjamkan lagi ke orang lain. Semata-mata karena orang lain tadi bersedia membayar dengan bunga yang lebih besar dan waktu angsuran yang lebih pendek.
Kira-kira begitulah ilustrasi investasi “uang panas” (hot money) di negara kita. Investor asing berlomba-lomba menginvestasikan uangnya ke bursa saham bukan karena tertarik kemajuan pembangunan di Indonesia, tetapi lebih karena suku bunga acuan (BI Rates) kita jauh lebih tinggi daripada negara lain. BI rates yang 6,5% jelas jadi pemenang dibandingkan dengan Amerika yang sekitar 3,25%, atau bahkan Jepang yang dari dulu tidak beranjak dengan suku bunga 0%. Kebijakan Amerika menekan suku bunga tidak jauh-jauh dari keinginan untuk membiayai investasi dari modal dalam negeri karena suku bunga segitu tidak akan menarik bagi investor asing. Demikian pula dengan Jepang karena pertumbuhan ekonominya sudah mengalami stagnasi, tidak bisa berkembang lagi.
Masalahnya uang panas tadi tidak akan tinggal diam di Indonesia. Bila ada negara lain yang dapat memberikan bunga lebih tinggi, segera uang tadi ditarik oleh para investor, ditanamkan ke negara lain tersebut. Hal ini akan membawa kekacauan pada perekonomian negara karena akan menyedot devisa dalam mata uang asing (biasanya USD) sekaligus mengacaukan pasar modal.
Bank Indonesia mulai gerah dengan uang panas ini. Sebagai otoritas moneter, hal ini harus dicegah. Tapi bila mengeluarkan aturan pelarangan modal asing, kok ya aneh. Masa dikasih uang tidak mau? Maka dikeluarkan instrumen yang lebih elegan yaitu peningkatan Giro Wajib Minimum (GWM) Valas dari 1% menjadi 8% secara bertahap dari Januari 2011 s.d. Juni 2011. Tujuannya agar uang panas tadi berubah jadi uang dingin, alias tidak mudah ditarik dan bertahan dalam jangka waktu cukup lama.
Apa sih hubungannya GWM dengan pengikatan uang hasil investasi tadi??
GWM adalah sejumlah uang yang harus dicadangkan oleh bank dan disetorkan kepada BI, bertujuan untuk mengamankan transaksi bank. Contohnya bila terjadi penarikan dana besar sehingga bank kekurangan likuiditas, cadangan uang tersebut dapat diambil sebagai dana tambahan. Dengan adanya peningkatan GWM Valas berarti bank menambah cadangan uang asing di BI untuk menjaga likuditas bila tiba-tiba ada penarikan dana valas yang besar, seperti si uang panas tadi. Kira-kira jelas kan hubungannya?
Tetapi ada efek tambahannya nih. Suku bunga kredit valas bank jelas akan naik. Mengapa? Ya karena uang bank yang seharusnya dapat disalurkan menjadi kredit dan memberikan pendapatan bagi bank, harus ngendon di BI. Tidak dapat digunakan, apalagi menghasilkan pendapatan (wong namanya juga cadangan untuk keadaan darurot).
Instrumen kedua BI untuk mendinginkan uang panas adalah menaikkan waktu jatuh tempo Sertifikat Bank Indonesia (SBI), yang saat ini berkisar 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. Maunya sih dibikin 12 bulan semua, biar investor yang beli SBI duitnya tertahan sampai 12 bulan. Tidak diambil segera. Oh ya, SBI ini semacam surat berharga keluaran BI dan dijual kepada investor. Uang panas bisa masuk melalui instrumen seperti ini.
Bermacam cara untuk menjaga keberadaan uang investor asing supaya bertahan di Indonesia dan dapat digunakan untuk permodalan perusahaan yang pada akhirnya akan memajukan perekonomian. Satu cara yang belum dicoba BI, yaitu inisiatif The Fed (BI nya Amerika)  membeli seluruh surat hutang pemerintah sehingga investor asing tidak kebagian dan bunga surat hutang tadi bisa masuk ke bank-bank untuk membiayai kredit modal kerja industri. Cara yang valid untuk membangun perekenomian dengan kekuatan sendiri sekaligus memadamkan si hot money.

Kamis, 02 Juni 2011

bab 5 (2.kebijakan ekonomi)

Kebijakan Ekonomi

Ilmu ekonomi adalah sebuah cabang ilmu dari pengetahuan sosial yang tidak bisa lepas dalam kehidupan sehari-hari karena melalui ilmu ekonomi inilah setiap manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai satu kesatuan atau dikenal dengan organisasi. Dalam hal ini, organisasi yang merupakan kesatuan dari setiap individu disebut dengan negara.
Berbicara soal negara, tentu tidak bisa dilepaskan dari cabang ilmu pengetahuan sosial lainnya yaitu ilmu politik. Melalui ilmu politik ini individu-individu yang terlibat dalam organisasi yang disebut sebagai negara dapat memainkan perannya untuk mengatur sebuah negara agar dapat mencapai tujuannya yang telah dicita-citakan melalui semua kebijakan, termasuk kebijakan ekonomi.
Kebijakan ekonomi suatu negara tidak bisa lepas dari keterlibatan pemerintah karena pemerintah memegang kendali atas segala sesuatu, menyangkut semua kebijakan yang bermuara kepada keberlangsungan negara itu sendiri. Setiap pemerintahan yang sedang memimpin suatu negara tentu saja memiliki kebijakan ekonomi andalan untuk menjamin perekonomian negara yang baik dan stabil demi tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan, karena sudah menjadi kewajiban pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi agar tercapainya kehidupan yang makmur dan sejahtera bagi rakyatnya.
Kebijakan ekonomi suatu negara juga tidak bisa dilepaskan dari paham atau sistem ekonomi yang dipegang oleh pemerintahan suatu negara, seperti sistem ekonomi Kapitalisme, Sosialisme, Campuran, maupun sistem ekonomi Islam. Tentu saja pemerintah, sebagai pengendali perekonomian suatu negara, menganut salah satu sistem ekonomi sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan ekonomi. Apapun sistem ekonomi yang dipegang oleh suatu pemerintahan, sistem ekonomi itulah yang diyakini sebagai sistem ekonomi terbaik bagi perekonomian negara yang dipimpin oleh suatu pemerintahan tersebut walaupun nantinya dalam sistem ekonomi yang dipegang memiliki berbagai kelemahan.
B. PERMASALAHAN SISTEM EKONOMI INDONESIA
Sistem ekonomi Indonesia berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945-sebagai landasan idil-berorientasi pada Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etika dan moral agama, bukan materialisme); Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab (tidak mengenal pada pemerasan dan eksploitasi); Persatuan Indonesia (berlakunya persamaan, asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi, dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan rakyat dan hajat hidup orang banyak); serta Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama-bukan kemakmuran bagi seseorang).[1]
Secara garis besar, sistem ekonomi Indonesia berlandasakan pada Pancasila dan UUD 1945 mengandung nilai yang sama dengan nilai-nilai yang terdapat pada sistem ekonomi Islam yang landaskan pada Al Quran dan Hadits Rasullah Muhammad SAW. Persamaan nilai tersebut adalah usaha untuk mencapai nilai keadilan dalam bidang ekonomi untuk setiap individu baik dengan menggunakan sistem ekonomi Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 maupun dengan menggunakan sistem ekonomi Islam.
Tetapi pada kenyataannya, sistem ekonomi Indonesia memiliki banyak wajah. Keberagaman wajah inilah yang membuat sistem ekonomi Indonesia dalam praktiknya seperti tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 yang menjadi landasannya. Hal ini dapat dibuktikan, meskipun sistem ekonomi Indonesia memiliki nilai keadilan, tetapi masih saja terjadi ketidakadilan ekonomi di tengah masyarakat, seperti semakin tingginya kesenjangan sosial karena kemiskinan yang belum dapat ditangani dengan baik dan juga masih adanya kebijakan ekonomi yang kurang berpihak kepada rakyat.
Hal ini yang menjadi permasalahan dalam ekonomi Indonesia karena pada dasarnya sistem ekonomi Indonesia ingin memberikan keadilan dalam bidang ekonomi kepada setiap rakyat Indonesia, tetapi kenyataannya tidak demikian, masih jauh panggang dari api. Dan Islam, melalui sistem ekonomi berusaha memberikan smart solution atas permasalahan yang terjadi.
[1] Sri Edi Swasono, “Sistem Ekonomi Indonesia”, makalah disampaikan dalam seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat Sistem Ekonomi Indonesia, Jakarta, 19 Februari 2002, hal. 1.
C. SEBUAH SARAN UNTUK SISTEM EKONOMI INDONESIA
Sistem ekonomi Indonesia berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945 memiliki nilai keadilan. Maksud dari nilai keadilan ini adalah sistem ekonomi Indonesia menjamin keadilan dan pemerataan ekonomi bagi setiap rakyatnya sehingga kesenjangan sosial tidal lagi terlihat dengan jelas serta dapat mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan negara.
Sistem ekonomi Indonesia secara otomatis menjadi pedoman lahirnya kebijakan-kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Pada kenyataannya, setiap kebijkan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah dirasakan tidak adil bagi sebagian lapisan masyarkat di Indonesia. Sebagai contoh, kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) di tengah tingkat kesejahteraan masyarakat yang kurang baik, membuat kehidupan masyarakat lapisan menengah, terutama menengah ke bawah menjadi sedikit lebih sulit dari sebelumnya. Di sisi lain, ada satu lapisan masyarakat, hidupnya jauh dari kesulitan ekonomi. Dalam hal ini, pemerintah belum bisa memenuhi nilai keadilan dalam sistem ekonomi Indonesia.
Sistem ekonomi Indonesia berorientasi kepada sistem ekonomi campuran, sebuah sistem ekonomi yang biasa digunakan oleh negara berkembang. Kebijakan ekonomi Indonesia berdasarkan sistem ekonomi campuran masih mengarah kepada sistem atau kebijakan ekonomi kapitalis yang terbukti hanya memberikan dampak negatif bagi perekonomian suatu negara. Sudah dapat ditebak, situasi perekonomian Indonesia menjadi kurang kondusif karena kebijakan-kebijakan ekonomi yang dinilai kurang tepat dengan situasi perekonomian Indonesia saat ini
Apakah ada kebutuhan untuk kebijakan ekonomi makro?
Sebuah masalah pokok dalam makroekonomi adalah apakah pasar yang ditinggal sendirian, secara otomatis membawa keseimbangan ekonomi jangka panjang. Jika operasi bebas kekuatan pasar pada akhirnya menghasilkan tingkat kesempatan kerja penuh pendapatan nasional dengan harga yang stabil dan pertumbuhan ekonomi, tidak akan ada perlunya intervensi pemerintah dalam perekonomian makro - tidak perlu untuk fiskal moneter kurs dan kebijakan sisi penawaran.Kenyataannya adalah bahwa semua intervensi pemerintah melalui kebijakan makroekonomi dalam upaya untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan tertentu dan meningkatkan kinerja keseluruhan perekonomian.
Tujuan utama Pemerintah Kebijakan Ekonomi
· Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
· Harga yang stabil (inflasi rendah)
· Tingkat tinggi kerja
· Kenaikan standar hidup rata-rata
· Posisi berkelanjutan pada neraca pembayaran
· Sound keuangan pemerintah
Manajemen Permintaan
Pengelolaan permintaan terjadi ketika upaya pemerintah untuk mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan cadangan devisa, maka tingkat pendapatan nasional, kesempatan kerja, tingkat inflasi, pertumbuhan dan posisi neraca pembayaran.
  • Kebijakan Reflationary berusaha untuk meningkatkan cadangan devisa dan meningkatkan tingkat pengeluaran yang direncanakan pada atau dekat tingkat potensi PDB
  • Kebijakan deflasi penurunan cadangan devisa dalam hal permintaan agregat berjalan di depan berpotensi inflasi dan risiko atau tidak berkelanjutan yang mengarah kepada defisit pada neraca pembayaran
Lebih baik difokuskan pada kebijakan fiskal dan moneter sebagai instrumen utama dari permintaan manajemen.
Masalah Utama Mengelola Ekonomi Makro.
Tugas pemerintah mengelola ekonomi dibuat sulit oleh beberapa faktor beberapa di antaranya dibahas di bawah ini:
· Akurat data ekonomi: Semua indikator makroekonomi utama akan dikenakan margin kesalahan. Mereka mengandalkan data statistik yang dikumpulkan dari pajak dan survei dan data seringkali direvisi beberapa bulan setelah rilis pertama.
· Tujuan kebijakan yang saling bertentangan: Suatu kebijakan merangsang permintaan agregat dapat mengurangi pengangguran dalam jangka pendek tetapi memulai periode inflasi yang lebih tinggi dan memperburuk account saat ini neraca pembayaran. Pilihan harus dibuat antara tujuan yaitu terdapat trade-off antara mereka.
· Memilih instrumen kebijakan yang tepat: Setiap tujuan makroekonomi membutuhkan instrumen kebijakan yang terpisah: yang biasa 'rule of thumb' adalah bahwa salah satu instrumen kebijakan utama harus diserahkan kepada satu tujuan kebijakan. Jadi, misalnya, suku bunga mungkin akan ditugaskan sebagai alat utama untuk menjaga pengendalian inflasi, sementara instrumen kebijakan fiskal, seperti perubahan pada sistem pajak dapat dialokasikan untuk mencapai beberapa tujuan sisi penawaran seperti meningkatkan pasokan tenaga kerja, meningkatkan insentif , meningkatkan investasi dan meningkatkan produktivitas. Ada-berakar cukup dalam perselisihan antara beberapa ekonom (yang termasuk berbeda 'mazhab pemikiran') sebagai kebijakan yang paling efektif untuk memenuhi tujuan tertentu.
· Waktu tidak pasti terlambat ketika menjalankan sebuah kebijakan: Perubahan dalam kebijakan ekonomi tunduk pada waktu yang tidak pasti misalnya terlambat terhadap perubahan suku bunga diperkirakan untuk mengambil beberapa 18-24 bulan untuk bekerja dengan cara yang penuh melalui seluruh perekonomian untuk menyaring melalui perubahan harga . Lamanya waktu yang tertinggal dapat berubah selama bertahun-tahun sebagai reaksi konsumen dan bisnis untuk mengubah langkah-langkah kebijakan.
  • Guncangan eksternal: Unexpected guncangan ekonomi eksternal seperti peristiwa-peristiwa sekitar 11 September 2001 atau tidak terduga volatilitas nilai tukar dan harga komoditas dapat mengganggu perkiraan ekonomi dan mengambil ekonomi agak jauh dari jalan yang diharapkan. Pemerintah mungkin di bawah perkiraan atau membesar-besarkan dampak potensial dari guncangan ekonomi, baik permintaan atau penawaran-sisi ekonomi dan karena itu berlaku terlalu sedikit atau terlalu banyak dari tanggapan kebijakan.
Kebijakan utama manajemen ekonomi
  • Fiskal
o Kebijakan fiskal melibatkan penggunaan pengeluaran pemerintah, perpajakan dan pinjaman untuk mempengaruhi baik pola kegiatan ekonomi dan juga tingkat dan pertumbuhan permintaan agregat, output dan kesempatan kerja.
  • Kebijakan Moneter
o Kebijakan moneter melibatkan penggunaan suku bunga untuk mengontrol tingkat dan laju pertumbuhan permintaan agregat dalam perekonomian.
Bank Indonesia yang dibebankan dengan tugas 'menjaga integritas dan nilai mata uang'. Bank mengejar tujuan ini melalui penggunaan kebijakan moneter. Di atas semuanya, ini melibatkan menjaga stabilitas harga, seperti yang didefinisikan oleh sasaran inflasi ditetapkan oleh Pemerintah sebagai prakondisi untuk mencapai tujuan yang lebih luas berkelanjutan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja yang tinggi. Sejak tahun 1999, BI memiliki kemerdekaan operasional dalam penetapan suku bunga. Bank bertujuan untuk memenuhi target inflasi Pemerintah - saat ini 2,0 persen untuk indeks harga konsumen - dengan menetapkan jangka pendek suku bunga. Bunga keputusan diambil oleh Rapat Dewan Gubernur BI pada pertemuan bulanan mereka.
Kebijakan moneter juga melibatkan efek dari perubahan kurs - Nilai eksternal satu mata uang terhadap yang lain - pada perekonomian yang lebih luas.
Kebijakan sisi penawaran.
Ada dua pendekatan yang luas untuk sisi penawaran. Pertama kebijakan terfokus pada pasar produk dan jasa di mana barang diproduksi dan dijual kepada konsumen dan kedua kebijakan sisi penawaran diterapkan pada pasar kerja - faktor pasar di mana tenaga kerja dibeli dan dijual.
Dampak dari Kebijakan Moneter dan Fiskal terhadap perekonomian
Ada beberapa perbedaan dalam efek ekonomi dari kebijakan moneter dan fiskal, pada komposisi output, efektivitas dari kebijakan dua jenis dalam memenuhi tujuan-tujuan makroekonomi pemerintah, dan juga waktu untuk terlibat kesenjangan fiskal dan perubahan kebijakan moneter berpengaruh. Kami akan mempertimbangkan masing-masing pada gilirannya.
Efek Kebijakan tentang Susunan Output Nasional.
Kebijakan moneter sering dilihat sebagai sesuatu dari instrumen kebijakan tumpul - mempengaruhi semua sektor ekonomi meskipun dengan cara yang berbeda dan dengan dampak variabel.
Sebaliknya, kebijakan fiskal dapat ditargetkan untuk mempengaruhi kelompok-kelompok tertentu (misalnya peningkatan berarti-diuji manfaat bagi keluarga berpenghasilan rendah, penurunan tingkat pajak perusahaan kecil-menengah, tunjangan untuk bisnis investasi di daerah tertentu).
Pertimbangkan sebagai contoh efek baik menggunakan moneter atau kebijakan fiskal untuk mencapai suatu peningkatan pendapatan nasional karena sebenarnya terletak di bawah potensi PDB PDB (yaitu ada kesenjangan output negatif).
(i) Kebijakan moneter ekspansi
Suku bunga yang lebih rendah akan mengakibatkan peningkatan konsumen dan pembelanjaan modal usaha yang keduanya meningkatkan pendapatan nasional. Karena hasil pengeluaran investasi dalam modal saham yang lebih besar, maka pendapatan di masa depan juga akan lebih tinggi melalui dampak LRAS.
(ii) Kebijakan fiskal ekspansi
Ekspansi kebijakan fiskal (yaitu peningkatan pengeluaran pemerintah) menambahkan langsung ke cadangan devisa tapi kalau dibiayai oleh pinjaman pemerintah yang lebih tinggi, hal ini dapat menyebabkan kenaikan suku bunga dan investasi yang lebih rendah. Hasil bersih (dengan menyesuaikan kenaikan G) adalah sama peningkatan pendapatan sekarang. Namun, karena pengeluaran investasi lebih rendah, persediaan modal lebih rendah daripada itu pasti, sehingga pendapatan masa depan yang lebih rendah.
Waktu Lambannya Moneter dan Kebijakan Fiskal
Moneter dan kebijakan fiskal berbeda dalam kecepatan yang masing-masing berlaku.
Kebijakan moneter di Indonesia fleksibel (suku bunga dapat berubah setiap bulan) dan perubahan tingkat darurat dapat dibuat dalam pertemuan RDG, sedangkan perubahan dalam perpajakan memakan waktu lebih lama untuk mengatur dan melaksanakan kegiatan. Karena perencanaan membutuhkan modal investasi untuk masa depan, mungkin diperlukan beberapa waktu sebelum penurunan suku bunga ini diterjemahkan ke dalam peningkatan pengeluaran investasi. Biasanya memerlukan waktu enam bulan - dua belas bulan atau lebih sebelum efek perubahan dalam kebijakan moneter Inggris dirasakan.
Dampak peningkatan pengeluaran pemerintah dirasakan segera setelah terjadi pengeluaran dan pemotongan pajak langsung dan tidak langsung makan melalui ke dalam ekonomi cukup cepat.Namun, cukup waktu mungkin lewat antara keputusan untuk mengadopsi program pengeluaran pemerintah dan pelaksanaannya. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah undershot pada pengeluaran yang direncanakan, sebagian karena masalah dalam staf tambahan yang cukup menarik menjadi kunci pelayanan publik seperti transportasi, pendidikan dan kesehatan.
Pengurangan hutang luar negeri pemerintah melalui penerbitan surat-surat berharga dari pemerintah RI layak dilakukan untuk menjaga rasio keseimbangan antara hutang luar negeri dengan cadangan devisa dan pengurangan ketergantungan terhadap valuta asing yaitu US Dollar.
Upaya untuk menggerakkan sektor riil khususnya pada UKM (Usaha Kecil Menengah) perlu segera diintensifkan terutama dengan program kredit mikro oleh bank-bank nasional maupun bank syariah di Indonesia.
Pengurangan sistem ekonomi konglomerasi yang mengarah ke kapitalisme harus dihindari dan diubah ke ekonomi kerakyatan agar struktur fundamental ekonomi makro nasional kuat karena dilandasi oleh usaha-usaha kecil menengah yang tidak rentan dengan krisis ekonomi.
Upaya terakhir adalah penegakan GCG (Good Corporate Governance) baik di sektor pemerintahan maupun swasta nasional dan pihak-pihak asing yang menanamkan modalnya di Indonesia; GCG tersebut harus disertai dengan pemberantasan korupsi di semua bidang administrasi maupun birokrasi pemerintahan, pajak serta aparat penegak hukum bagi penegakan law enforcement di Indonesia.

Rabu, 01 Juni 2011

bab 5 (1.kebijakan fiskal)

Kebijakan Fiskal



Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi variabel-variabel berikut:
  • Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi
  • Pola persebaran sumber daya
  • Distribusi pendapatan


Ilmu Ekonomi, khususnya yang membahas terapannya kepada kebijakan-kebijakan publik yang memakai penerimaan pajak dan pengeluaran belanja negara sebagai instrumen kebijakan, sangat diperlukan oleh calon Sarjana Administrasi Fiskal tersebut. Pemahaman penerapan Ilmu Ekonomi atas Kebijakan Fiskal yang diperlukan oleh calon Sarjana Administrasi Fiskal itulah yang menjadi sasaran penerbitan buku ini. Namun demikian, buku ini dapat pula dipakai oleh masyarakat pada umumnya, khususnya pengamat masalah-masalah fiskal Indonesia.
Bab Pendahuluan membahas pengertian-pengertian Kebijakan Fiskal, baik menurut pengertian luas maupun pengertian sempit. Dalam membahas pengertian Kebijakan Fiskal dalam arti sempit, dilakukan pembahasan yang cukup mendalam tentang Sistem Perpajakan Indonesia yang sekarang berlaku. Juga diuraikan dengan singkat hubungan antara Kebijakan Fiskal pemerintah di bidang perpajakan dengan penghindaran pajak dan perencanaan pajak atau “tax planning” yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan.
Bab II membahas fungsi pemerintah dalam perekonomian nasional, seperti melakukan upaya untuk meningkatkan efisiensi perekonomian nasional, meningkatkan keadilan berkenaan dengan pembagian pendapatan antara kelompok-kelompok dalam masyarakat, mengusahakan stabilitas ekonomi dan mengupayakan pertumbuhan ekonomi tanpa inflasi. Dalam bab ini juga dijelaskan hubungan antara sumber-sumber daya yang dimiliki dengan kemungkinan menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan ekonominya, sesuai pula dengan kemampuan teknologi yang berhasil dikuasai. Bagaimana pula peranan Kebijakan Fiskal dalam hal itu?
Bab III membahas secara mendalam pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah melalui instrumen penerimaan pajak dan pengeluaran belanja negara. Setelah dibahas secara umum konsep-konsep berkenaan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah melalui pemakaian instrumen pemungutan pajak dan pengeluaran belanja negara, lalu dilakukan analisis pemakaian instrumen-instrumen tersebut selama Pemerintahan Orde Baru.
Bab IV membahas fungsi stabilitas dari Kebijakan Fiskal, yang tentu tidak dapat dipisahkan dari pembahasan ekonomi makro dengan “aggregate demand” dan “aggregate supply”-nya beserta berbagai variabel yang mempengaruhi kehidupan perekonomian.
Bab V membahas Kebijakan Fiskal Indonesia sehubungan dengan kerjasama perdagangan regional, yaitu harmonisasi pajak atas penghasilan dalam Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN.
Bab VI membahas hubungan perpajakan dengan krisis ekonomi yang dialami Indonesia dalam tahun-tahun 1997 dan 1998.
BabVII membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan pinjaman pemerintah baik dari masyarakat di dalam negeri, maupun pinjaman pemerintah dari pihak luar negeri.
Bab VIII membahas Ekonomi Sisi Penawaran yang banyak dipakai sebagai landasan “tax policy” Pemerintahan Reagan di Amerika Serikat yang mungkin bermanfaat untuk melakukan “tax-policy options” di Indonesia.