Rabu, 04 April 2012

(Tulisan) 3. Subjek (pelaku) dan Objek (Benda) Hukum

Subjek dan Objek Hukum

SUBJEK DAN OBJEK HUKUM

Hukum ditujukan untuk manusia. Kaedah-kaedahnya yang berisi perintah, larangan dan perkenaan itu ditujukan pada anggota-anggota masyarakat. Hukum itu mengatur hubungan antar masyarakat.

Manusia atau suatu masyarakat tidak akan lepas dari yang namanya hukum atau aturan. Hampir setiap waktu dimanapun dan kapanpun, kita akan menghampiri yang namanya hukum atau aturan. Karena manusia di sini peranannya sangatlah penting. Dalam suatu hukum pasti ada subjek atau pelaku dan objek atau benda, alatnya.

Adanya subjek dan objek hukum pasti menimbulkan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah setiap perbuatan manusia yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan hak dan kewajiban.

Perbuatan hukum adalah perbuatan yang memiliki akibat-akibat hukum. Jadi akibat itu bias dianggap sebagai kehendak dari yang melakukan hukum. Misalnya, pembayaran hutang, baik berupa pemberian uang atau barang. Jadi akibat itu bias dianggap sebagai kehendak dari yang melakukan hokum. Misalnya, pembayaran utang, baik berupa pemberian uang atau barang. Perbuatan hukum atau tndakan hukm akan terjadi apabila ada pernyataan kehendak Dan untuk adanya kehendak dibutuhkan hal-hal berikut:

a. Adanya kehendak orang itu untuk bertidak, menerbitkan/ menimbulkan akibat yang diatur oleh hukum.

b. Pernyataan kehendak pada asasnya tidak terikat pada bentuk-bentuk tertentu dan tidak ada pengecualiannya, debab dapat terjadi secara:

v  Pernyataan kehendak secara tegas, antara lain:

  • Ditulis sendiri

  • Ditulis oleh pejabat tertentu.

v  Mengucapkan kata setuju, mesalnya OK, YA dll.

v  Pernyataan kehendak dengan isyarat, misalnya:mengangguk, dll.

  1. Pernyataan kehendak secara diam-diam

ü  Perbuatan hukum terdiri dari:

  • Perbuatan hukum sepihak. Ialah perbuatan hokum yang dilakukan oleh satu pihak saja tetapi memunculkan hak dan kewajiban pada satu pihak pula. Misalnya: pembuatan surat wasiat(pasal 875 KUH Perdata), pemberian hibah suatu benda(pasal 1666 KUH Perdata).

  • Perbuatan hukum dua pihak. Ialah perbuatan hokum yang dilakukan oleh dua pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua pihak tersebut. Misalnya: persetujuan jual beli(pasal 1457 KUH Perdata), perjanjian sewa-menyewa(pasal 1548 KUH Perdata), dll.

ü  Menurut pendapat lain yaitu pendapat hokum dibagi menjadi dua, yaitu:

  1. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum.

a.             Perbuatan menurut hukum. Contoh : zaakwarneming(1354).
zaakwarneming ialah perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum meskipun tidak dikehendaki oleh orang tersebut. Contoh : mengurusi kepentingan orang lain tanpa diminta oleh orang tersebut yakni bila terdapat kasus kecelakaan yang mengakibatkan seseorang luka parah dan harus dioperasi secepatnya maka dokter harus mengoperasinya tanpa meminta ijin kepada orang tersebut atau keluarganya.

b.             Perbuatan melawan hukum. Contoh :o nrechtmatigdaad(1365).
onrechtmatigedaad adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Meski tidak dikehendaki atau disengaja, pelaku harus mengganti kerugian yang diderita oleh pihak yang dirugikan akibat perbuatan yang dilakukan oleh pelaku.

  1. Perbuatan hukum yang tidak dilakukan oleh subyek hukum. Contoh : jatuh tempo atau kadaluarsa, kelahiran, kematian.

ü  Unsur-Unsur Hukum

Dari beberapa perumusan tentang hukum yang diberikan para Sarjana Hukum Indonesia, hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu:

  1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat,

  2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib,

  3. Peraturan itu bersifat memaksa,

  4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.

ü  Ciri-Ciri Hukum

  1. Adanya perintah dan larangan, dan

  2. Perintah dan larangan itu harus patuh ditaati setiap orang

ü  Sifat dari hukum

Mengatur dan memaksa. Merupakan peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang supaya mentaati tata-tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau mentaatinya.

ü  Hak dan Kewajiban serta Kewenangan dalam Hukum

  • Tidak seorang pun manusia yang tidak mempunyai hak, tetapi konsekuensinya bahwa orang lain pun memiliki hak yang sama dengannya. Jadi hak pada pihak yang satu berakibat timbulnya kewajiban pada pihak yang lain.

  • Untuk terjadinya “hak dan kewajiban”, diperlukan suatu “peristiwa” yang oleh hukum dihubungkan sebagai suatu akibat. Artinya, hak seseorang terhadap sesuatu benda mengakibatkan timbulnya kewajiban pada orang lain, yaitu menghormati dan tidak boleh mengganggu hak tersebut.

SUBJEK HUKUM

Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban. Dan yang berhak memperoleh kewajiban dan hak hanyalah manusia. Jadi, manusia adalah subjek hukum.

ü  Jenis Subyek Hukum

Subyek hukum terdiri dari dua jenis yaitu

  1. manusia biasa dan

  2. badan hukum.

a.  Manusia Biasa

Manusia biasa (natuurlijke persoon) manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku dalam hal itu menurut pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak kewarganegaraan.

Setiap manusia pribadi (natuurlijke persoon) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum kecuali dalam Undang-Undang dinyatakan tidak cakap seperti halnya dalam hukum telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan  hukum adalah sebagai berikut :

  1. Cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun dan berakal sehat).

  2. Tidak cakap melakukan perbuatan hukum berdasarkan pasal 1330 KUH perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian   adalah :

  3. Orang-orang yang belum dewasa (belum mencapai usia 21 tahun).

  4. Orang ditaruh dibawah pengampuan (curatele) yang terjadi karena   gangguan jiwa pemabuk atau pemboros.

  5. Orang wanita dalm perkawinan yang berstatus sebagai istri.

  1. Badan Hukum

Badan hukum (rechts persoon) merupakan badan-badan perkumpulan yakni orang-orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum.

Badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia dengan demikian, badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melalukan sebagai pembawa hak manusia seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya, oleh karena itu badan hukum dapat bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.

Misalnya suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara :

  1. Didirikan dengan akta notaris.

  2. Didaftarkan di kantor Panitera Pengadilan Negara setempat.

  3. Dimintakan pengesahan Anggaran Dasar (AD) kepada Menteri Kehakiman dan HAM, sedangkan khusus untuk badan hukum dana pensiun pengesahan anggaran dasarnya dilakukan Menteri Keuangan.

  4. Diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia.

Badan hukum dibedakan dalam 2 bentuk yaitu :

  1. Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)

Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.

Dengan demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.

  1. Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon)

Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu.

Dengan demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.

ý   Manusia Biasa

Manusia biasa (natuurlijke persoon) manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku dalam hal itu menurut pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak kewarganegaraan.

Setiap manusia pribadi (natuurlijke persoon) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum kecuali dalam Undang-Undang dinyatakan tidak cakap seperti halnya dalam hukum telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan  hukum adalah sebagai berikut :

  1. Cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun dan berakal sehat).

  2. Tidak cakap melakukan perbuatan hukum berdasarkan pasal 1330 KUH perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah :

a.  Orang-orang yang belum dewasa (belum mencapai usia 21 tahun).

b.  Orang ditaruh dibawah pengampuan (curatele) yang terjadi karena   gangguan jiwa pemabuk atau pemboros.

c.  Orang wanita dalm perkawinan yang berstatus sebagai istri.

ý   Badan Hukum

Badan hukum (rechts persoon) merupakan badan-badan perkumpulan yakni orang-orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum.

Badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia dengan demikian, badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melalukan sebagai pembawa hak manusia seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya, oleh karena itu badan hukum dapat bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.

Misalnya suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara :

  1. Didirikan dengan akta notaris.

  2. Didaftarkan di kantor Panitera Pengadilan Negara setempat.

  3. Dimintakan pengesahan Anggaran Dasar (AD) kepada Menteri Kehakiman dan HAM, sedangkan khusus untuk badan hukum dana pensiun pengesahan anggaran dasarnya dilakukan Menteri Keuangan.

  4. Diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia.

ü  Badan hukum dibedakan dalam 2 bentuk yaitu :

  1. Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon). Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya. Dengan demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.

  2. Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon). Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu.  Dengan demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.

ü  Hak dapat timbul pada subjek hukum disebabkn oleh beberapa hal berikut:

a)    Adanya subjek hukum baru, baik orang maupun badan hukum,

b)    Terjadi perjanjian yang disepakati oleh para pihak yang melakukan perjanjian,

c)    Terjadi kerugian yang diderita oleh seseorang akibat kesalahan atau kelalaian orang lain,

d)    karena seseorang telah melakukan kewajiban yang merupakan syarat memperoleh hak,

e)     Terjadinya daluarsa.

OBJEK HUKUM

  • segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan yang menjadi objek hukum adalah hak, karena dapat di kuasai oleh subjek hukum.

  • Obyek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik.

ü Jenis Obyek Hukum

Berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan).

  1. Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)

Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud, meliputi :

  1. Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.

Dibedakan menjadi sebagai berikut :

  • Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.

  • Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.

  1. Benda tidak bergerak

Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :

  • Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.

  • Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.

  • Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.

Dengan demikian, membedakan benda bergerak dan tidak bergerak ini penting, artinya karena berhubungan dengan 4 hal yakni :

  1. Pemilikan (Bezit)

Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata, yaitu berzitter dari barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut. Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak demikian halnya.

  1. Penyerahan (Levering)

Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.

  1. Daluwarsa (Verjaring)

Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.

  1. Pembebanan (Bezwaring)

Pembebanan (Bezwaring) yakni tehadap benda bergerak dilakukan pand (gadai, fidusia) sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.

  1. Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)

Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.

 

 http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/subjek-dan-objek-hukum-19/

Sumber Hukum Formal Di Indonesia


Sumber Hukum (formal) di Indonesia, diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang terdiri dari :

  1. UUD 1945

  2. Dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004 disebutkan bahwa: “Undang-undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam peraturan perundang-undangan. UUD 1945 yang ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 berlaku sampai dengan 27 Desember 1949 kemudian diganti dengan UUDS 1950 dan setelah Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 diberlakukan lagi sampai sekarang dengan beberapa kali amandemen. UUD 1945 ini mengatur tentang tiga hal pokok, yaitu : - Jaminan Hak-hak dan Kewajiban Asasi Manusia - Susunan Ketatanegaraan yang bersifat mendasar - Pembatasan dan pembagian tugas-tugas ketatanegaraan yang bersifat mendasar

  3. UU

  4. Sesuai dengan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang, Tetapi Rancangan Undang-undang tersebut dapat berasal dari Anggota DPR (Pasal 21 ayat (1) UUD 1945) dan dapat pula berasal dari Presiden (Pasal 5 ayat (1)UUD 1945) . Yang berwenang mengesahkan Rancangan undang-undang untuk menjadi undang-undang adalah Presiden (Pasal 20 ayat (4) dan Pasal 21 ayat (2) UUD 1945) Undang-undang ini ditetapkan adalah untuk menjalankan UUD 1945 dan bisa juga untuk menjalankan undang-undang yang lain, seperti Undang-undang Nomor 9 tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk menjalankan Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

  5. PerPu (Peraturan Pusat)

  6. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PerPu) ditetapkan oleh Presiden dalam hal kegentingan yang memaksa (Pasal 22 ayat (1) UUD 1945). Kegentingan yang memaksa dapat diartikan suatu keadaan dimana memerlukan pengaturan yang cepat dan tidak memungkinkan untuk menempuh prosedur dalam hal pembuatan undang-undang.

  7. PP (Peraturan Pemerintah)

  8. Sesuai dengan Pasal 5 ayat (2) UUD 1945, Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang.

  9. Kepres dan Inpres

  10. Keputusan Presiden (Kepres) dibuat dan dikeluarkan oleh Presiden yang memuat tentang hal-hal yang khusus (einmalig) dalam hal pemerintahan

  11. Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri

  12. Peraturan Menteri dikeluarkan oleh Menteri berisi tentang ketentuan-ketentuan di bidang tugasnya sedangkan Keputusan Menteri (Kepmen) bersifat khusus memuat tentang hal-hal tertentu sesuai dengan bidang tugasnya.

  13. Peraturan Daerah (Perda) dan Keputusan Kepala Daerah

  14. Peraturan daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah dan bersifat umum, yang mana harus memenuhi syarat negatif, yaitu ;

    • tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, perundang-undangan yang lebih tinggi

    • tidak boleh mengatur suatu hak yang telah diatur dalam perundang-undangan dan peraturan daerah yang lebih tinggi

  15. Yurisprudensi

  16. Secara umum yang dimaksud dengan yurisprudensi adalah peradilan, akan tetapi dalam arti sempit yang dimaksud dengan yurisprudensi adalah ajaran hukum yang tersusun dari dan dalam peradilan yang kemudian dipakai sebagai landasan hukum. Selain pengertian di atas, yurisprudensi juga diartikan sebagai himpunan putusan-putusan pengadilan yang disusun secara sistematik.

  17. Hukum tidak tertulis

  18. Hukum yang berasal dari kebiasaan-kebiasaan yang hidup dalam masyarakat yang secara turun temurun dihormati dan ditaati oleh masyarakat, contohnya Hukum Adat. Hukum Adat sebagai hukum yang secara turun temurun diwariskan nenek moyang kepada generasi berikutnya memiliki nilai-nilai universal ( Soepomo dalam Soerya, 1993 : 60 ).

  19. Hukum Internasional

  20. Hukum Internasional dilihat dari muatannya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu ;

    • Hukum Internasional Publik yang lazim disebut Hukum Internasional (HI) yang bertugas mengatur hubungan hukum yang terjadi antarnegara dan organisasi antarnegara dalam kaitannya dengan ketenteraman hidup bernegara.

    • Hukum Internasional Privat yang lazim disebut Hukum Perdata Internasional (HPI) mengatur tentang hubungan hukum antar individu dalam keperdataan (privat) kalau menyangkut perbedaan hukum dan kewarganegaraan.

  21. Doktrin

  22. Doktrin merupakan pendapat yang dikemukakan para ahli hukum untuk menyikapi fenomena yang terjadi setiap waktu. Doktrin bisa dikemukakan dalam berbagai forum.

Sumber :

http://fakultashukum-universitaspanjisakti.com/informasi-akademis/bahan-kuliah/33-bahan-kuliah-han.html

(Tulisan) 1.Sistematika Hukum Perdata

1.SISTEMATIKA HUKUM PERDATA MENURUT ILMU PENGETAHUAN

 


Sistematika Hukum Perdata menurut ilmu pengetahuan dibagi dalam 4 bagian yaitu:

1.Hukum Perorangan atau Badan Pribadi (personenrecht)

Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang seseorang manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban (subyek hukum),tentang umur,kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum,tempat tinggal(domisili)dan sebagainya.

 

2.Hukum Keluarga (familierecht)

Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum yang timbul karena hubungan keluarga / kekeluargaan seperti perkawinan,perceraian,hubungan orang tua dan anak,perwalian,curatele,dan sebagainya.

 

3.Hukum Harta Kekayaan (vermogenrecht)

Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum seseorang dalam lapangan harta kekayaan seperti perjanjian,milik,gadai dan sebagainya.

 

4.Hukum Waris(erfrecht)

Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang benda atau harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia,dengan perkataan lain:hukum yang mengatur peralihan benda dari orang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup.

 

 

PERKEMBANGAN PEMBAGIAN HUKUM PERDATA

Pada mulanya zaman Romawi secara garis besar terdapat 2 kelompok pembagian hukum,yaitu:

  1. Hukum Publik Adalah hukum yang menitikberatkan kepada perlindungan hukum,yang diaturnya adalah hubungan antara negara dan masyarakat.

  2. Hukum Privat Adalah kumpulan hukum yang menitikberatkan pada kepentingan individu. Hukum Privat ini biasa disebut Hukum Perdata atau Hukum Sipil.

Pada perkembangannya Hukum Perdata/Privat ada 2 pengertian:

1)    Hukum Perdata dalam arti luas

yaitu:

Hukum Perdata yang termuat dalam KUHS/Burgerlijk Wetboek/BW ditambah dengan hukum yang termuat dalam KUHD/WvK(Wetboek van Koophandel)

2) Hukum Perdata dalam arti sempit,yaitu Hukum Perdata yang termuat dalam KUHS itu sendiri.

Hukum Perdata di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok:

1. Hukum Perdata Adat:

Berlaku untuk sekelompok adat

2. Hukum Perdata Barat:

Berlaku untuk sekelompok orang Eropa dan Timur Asing

3. Hukum Perdata Nasional:

Berlaku untuk setiap orang,masyarakat yang ada di Indonesia

Berdasarkan realita yang ada,masih secara formal ketentuan Hukum Perdata Adat  masih berlaku(misalnya Hukum Waris) disamping Hukum Perdata Barat.

Unifikasi Hukum Perdata:Penseragaman hukum atau penyatuan suatu hukum untuk diberlakukan bagi seluruh bangsa di seluruh wilayah negara Indonesia.

Kodifikasi: Suatu pengkitaban jenis-jenis hukum tertentu secara lengkap dan sistematis.