Sejarah Singkat Bung Hatta Sebagai Pemrakarsa Ekonomi Terpimpin
Ekonomi terpimpin, kata itu bagi sejarahwan mungkin sudah tidak asing lagi. Pendirinya adalah Mohammad Hatta yang akrab disapa dengan sapaan Bung Hatta. Selain dikenal sebagai proklamator dan pendiri bangsa, beliau juga dikenal sebagai bapak koperasi Indonesia dan bapak ekonomi Indonesia. Selama beliau hidup, beliau banyak mengabdikan waktunya untuk membaca buku. Sejarah telah mencatat bahwa beliau telah mempunyai koleksi lebih dari 10.000 buku yang berbahasa Jerman, Inggris, Perancis dan tentunya Indonesia.
Bung Hatta telah memulai untuk mengoleksi buku sejak beliau masuk sekolah dagang menengah Prins Hendrik School (PHS) di Jakarta pada tahun 1919. Seperti tertulis di dalam buku memoarnya yang diterbitkan ulang tahun 2002, Bung Hatta telah mulai mengoleksi buku sejak ia masuk sekolah dagang menengah Prins Hendrik School (PHS) di Betawi tahun 1919. Ketika itu ia diajak pamannya, Mak Etek Ayub, singgah di sebuah toko buku antiquariat di daerah Harmoni. Mak Etek Ayub menunjukkan kepada Hatta beberapa buku yang dianggapnya penting untuk dibaca. Buku-buku tersebut adalah Staathuishoudkunde (Ekonomi Negara) dua jilid karya NG Pierson, De Socialisten (Kaum Sosialis) enam jilid yang ditulis HP Quack, serta karya Bellamy berjudul Het Jaar 2000 (Tahun 2000). Ternyata, persoalan yang paling diminati oleh Bung Hatta ialah persoalan seputar tentang ekonomi, sehingga beliau berhasil membuahkan sebuah pemikiran ekonomi di Indonesia seperti ekonomi terpimpin. Sayangnya, di saat ini jarang sekali orang yang tertarik untuk menggali kembali pemikiran-pemikiran Bung Hatta khususnya di bidang ekonomi. Pemikiran Bung Hatta dianggap telahkehilanganrelevansinya.
Ekonomi terpimpin, kata itu bagi sejarahwan mungkin sudah tidak asing lagi. Pendirinya adalah Mohammad Hatta yang akrab disapa dengan sapaan Bung Hatta. Selain dikenal sebagai proklamator dan pendiri bangsa, beliau juga dikenal sebagai bapak koperasi Indonesia dan bapak ekonomi Indonesia. Selama beliau hidup, beliau banyak mengabdikan waktunya untuk membaca buku. Sejarah telah mencatat bahwa beliau telah mempunyai koleksi lebih dari 10.000 buku yang berbahasa Jerman, Inggris, Perancis dan tentunya Indonesia.
Bung Hatta telah memulai untuk mengoleksi buku sejak beliau masuk sekolah dagang menengah Prins Hendrik School (PHS) di Jakarta pada tahun 1919. Seperti tertulis di dalam buku memoarnya yang diterbitkan ulang tahun 2002, Bung Hatta telah mulai mengoleksi buku sejak ia masuk sekolah dagang menengah Prins Hendrik School (PHS) di Betawi tahun 1919. Ketika itu ia diajak pamannya, Mak Etek Ayub, singgah di sebuah toko buku antiquariat di daerah Harmoni. Mak Etek Ayub menunjukkan kepada Hatta beberapa buku yang dianggapnya penting untuk dibaca. Buku-buku tersebut adalah Staathuishoudkunde (Ekonomi Negara) dua jilid karya NG Pierson, De Socialisten (Kaum Sosialis) enam jilid yang ditulis HP Quack, serta karya Bellamy berjudul Het Jaar 2000 (Tahun 2000). Ternyata, persoalan yang paling diminati oleh Bung Hatta ialah persoalan seputar tentang ekonomi, sehingga beliau berhasil membuahkan sebuah pemikiran ekonomi di Indonesia seperti ekonomi terpimpin. Sayangnya, di saat ini jarang sekali orang yang tertarik untuk menggali kembali pemikiran-pemikiran Bung Hatta khususnya di bidang ekonomi. Pemikiran Bung Hatta dianggap telahkehilanganrelevansinya.
PengertianEkonomiTerpimpin
Ekonomi terpimpin secara istilah yang disebutkan Bung Hatta yaitu merupakan konsekuensi dan nasionalisme yang timbul sebagai bentuk dari perlawanan menentang kolonialisme dan imperialisme.
Prinsip ekonomi terpimpin sejalan dengan sila ke-5 pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dikarenakan adanya pemerataan pembagian kesejahteraan di semua lapisan masyarakat dan mereka dapat merasakannya.
Ekonomi terpimpin serupa dengan ekonomi sosialis. Menurut Bung Hatta ekonomi terpimpin merupakan rival dari sistem ekonomi liberal. Dimana segala sesuatunya ditentukan oleh pihak pasar, sedangkan pemerintah tidak boleh campur tangan dalam hal tersebut. Atau juga ikut andil dalam mengatur keadaan pasar sehingga peraturan tersebut tidak memberikan gerak bebas bagi pasar.
Ekonomi terpimpin secara istilah yang disebutkan Bung Hatta yaitu merupakan konsekuensi dan nasionalisme yang timbul sebagai bentuk dari perlawanan menentang kolonialisme dan imperialisme.
Prinsip ekonomi terpimpin sejalan dengan sila ke-5 pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dikarenakan adanya pemerataan pembagian kesejahteraan di semua lapisan masyarakat dan mereka dapat merasakannya.
Ekonomi terpimpin serupa dengan ekonomi sosialis. Menurut Bung Hatta ekonomi terpimpin merupakan rival dari sistem ekonomi liberal. Dimana segala sesuatunya ditentukan oleh pihak pasar, sedangkan pemerintah tidak boleh campur tangan dalam hal tersebut. Atau juga ikut andil dalam mengatur keadaan pasar sehingga peraturan tersebut tidak memberikan gerak bebas bagi pasar.
Ekonomi Liberal dan Dampak Yang Terjadi Bagi Masyarakat
Jika kita lihat lagi dampak yang ditimbulkan dari adanya ekonomi liberal, dengan demikian maka ketimpangan ekonomi, kesemena-menaan dan kesenjangan sosial akan terjadi. Karena yang kaya akan semakin menjadi kaya sedangkan yang miskin akan semakin menjadi miskin karena tidak adanya pemerataan ekonomi di seluruh lapisan masyarakat. Fakta lapangan telah mengatakan bahwa peran liberal hanya dimiliki oleh sekelumit orang saja yang mampu bertahan dalam keadaan tersebut yaitu pemilik modal, singkat kata merekalah pemilik modal, yang memonopoli pasar.
Demikian juga, kebijakan ekonomi Indonesia yang sedikit menganut ekonomi liberal dan tidak tegas yang hanya menguntungkan daerah kaya atau maju tetapi juga mengutungkan orang kaya. Misalnya saja terutama di masa Orde Baru kita melihat bagaimana konglomerat kalau meminjam uang dalam jumlah besar di bank tidak diwajibkan memiliki jaminan atau agunan, sementara pedagang kecil kalau pinjam uang di bank harus memenuhi macam-macam agunan dan kewajiban yang sulit dipenuhi.
Coba kalau kita berkaca kepada sebagian negara yang menggunakan asas ekonomi liberal seperti Amerika Serikat, maka ketidakmerataan pendapatan dalam penduduknya akan dapat sering anda lihat, sekalipun Amerika Serikat tergolong negara yang maju. Para pemilik modal dan jutawan tenar layaknya Donald Trump dan Bill Gates, keduanya akan mampu bertahan dan bahkan terus menguasai, mendominasi dan memonopoli pasar. Sedangkan masyarakat kalangan bawah dan menengah dipastikan akan menjadi korbannya.
Contoh bukti praktek ekonomi liberal di negara kita yang gamblang dapat kita lihat yaitu pada proyek minyak blok Cepu yang pada akhirnya infestor asing (Exxon Mobile) berhasil mengungguli Pertamina selaku perusahaan negara. Belum lagi Freeport di Papua yang dikuasai Infestor asing dari Amerika. Akibatnya eksploitasi tersebut hanya menguntungkan pihak infestor saja, sedangkan mereka tidak memperdulikan Indonesia selaku pemilik bahan bakunya.
Hal ini terjadi karena kurangnya adanya ketegasan dari pihak Indonesianya sendiri. Pemerintah takut akan resiko yang akan dihadapinya jika melaksanakan kebijakan yang dirasa akan merugikan pihak asing.
Dengan demikian jika kita lihat dari contoh di atas maka keadilan sosial tidak akan tercapai dan jauh dari prinsip nasionalisme yang menjunjung tinggi asas keadilan sosial untuk masyarakatnya.
Lain halnya dengan ekonomi terpimpin yang condong mengadopsi pemikirannya dengan pemikiran ekonomi sosialis. Ekonomi terpimpin mempunyai sistem bahwa pemerintah harus turut aktif dalam kegiatan ekonomi.
Keunggulan Ekonomi Terpimpin
Dalam konteks ini, kita bisa mengingat apa yang pernah ditulis Hatta pada saat dia masih berusia 26 tahun dan masih berstatus sebagai mahasiswa (ditulis Maret 1928). Begini ia menulis waktu itu: “Pemerintah harus banyak campur tangan dalam pelaksanaan Ekonomi Terpimpin dengan mengadakan petunjuk, tetapi harus bebas dari perbuatan birokrasi. Dalam pelaksanaan ekonomi yang berpedoman kepada prinsip murah, lancar, dan cepat, tidak ada yang lebih berbahaya dari pada birokrasi."
Dan juga pemerintah selayaknya turut pula memberikan aturan-aturannya. Supaya terciptanya pemerataan ekonomi di semua kalangan masyarakat, sehingga yang kaya tidak semakin kaya sedangkan yang miskin tidak semakin miskin.
Coba kita kembali lagi berkaca kepada salah satu negara yang menggunakan sistem ekonomi sosialis seperti Republik Rakyat Cina. Maka kita akan melihat keadaan pendapatan masyarakatnya yang merata, sehingga tidak akan anda menjumpai permasalahan ketimpangan-ketimpangan ekonomi di negara ini, sekalipun negara ini negara yang mempunyai penduduk terbanyak di dunia.
Bahkan buktinya, kini negara Republik Rakyat Cina mampu menjadi negara urutan ketiga yang pertumbuhan ekonominya melesat pesat setelah urutan pertama diduduki oleh Uni Eropa dan posisi urutan kedua diduduki oleh India.
Dari contoh di atas, dengan itu keadilan sosial untuk rakyat niscaya akan tercapai, keadaan ekonomi akan bertambah baik dan kemajuan untuk negara akan diraih. Seperti yang sering digembar-gemborkan oleh Pancasila dalam silanya yang ke-5 yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” yang akan mengantarkan negara untuk memenuhi keadilannya dalam membagi kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Dengan ini maka cita-cita nasionalisme akan tercapai. Berbicara masalah jenisnya, ekonomi terpimpin dibagi menjadi enam jenis, yaitu:
1. Ekonomi terpimpin menurut ideologi komunisme.
2. Ekonomi terpimpin menurut pandangan sosialisme demokrasi.
3. Ekonomi terpimpin menurut solidaroisme.
4. Ekonomi terpimpin menurut faham kristen sosialis.
5. Ekonomi terpimpin berdasar ajaran Islam
6. Ekonomi terpimpin berdasarkan pandangan demokrasi sosial.
Yang pasti dari enam aliran ekonomi terpimpin itu kesemuanya itu menolak adanya kepentingan individu, yang mana kepentingan orang banyak akan terkalahkan oleh kepentingan segelintir orang tersebut. Hal ini justru benar-benar terlihat dari sistem ekonomi liberal yang hanya menguntungkan per-individu saja sedangkan masyarakat banyak yang lebih membutuhkannya malah kenyataannya terabaikan.
Ekonomi Terpimpin dan Nasionalisme
Pada hakikatnya, adanya konsep ekonomi terpimpin itu disambungkan dengan adanya konsep nasionalisme. Jadi selayaknya ekonomi terpimpin yang paling layak digunakan demi terhubungnya dengan prinsip nasionalisme adalah ekonomi terpimpin yang berdasarkan atas asas sosialisme demokrasi, yang kedua asas ini terkait dengan Pancasila yang berlaku sebagai landasan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Nasionalisme merupakan bentuk atau cerminan dari gerakan yang mana gerakan tersebut memperjuangkan persatuan rakyat dan kesejahteraan rakyat. Nasionalisme lahir pada masa permulaan abad ke-20 sebagai reaksi atau bentuk perlawanan terhadap kolonialisme.
Selain itu nasionalisme juga mempunyai beberapa gagasan yang berguna untuk menentang aksi kolonialisme, yaitu:
1.Aspek Politik
Yang bertujuan untuk menghilangkan praktek politik asing yang kurang baik dan menggantinya dengan sistem pemerintahan yang berdaulat kepada rakyat.
2.Aspek sosial ekonomi
Yang bertujuan untuk memberantas eksploitasi ekonomi asing dan membangun masyarakat baru yang bebas dari kemiskinan dan kesengsaraan.
3.Aspek budaya
Yang bertujuan untuk mengembalikan kepribadian bangsa yang harus disesuaikan dengan perubahan zaman seperti sekarang. Hal ini bertujuan untuk menyaring kelayakan budaya luar negeri yang masuk ke dalam Indonesia yang disesuaikan dengan berbagai macam pandangan-pandangan.
Jadi dengan berbagai penjelasan di atas, tentunya sudah kita lihat bahwa nasionalisme hanya pantas menggandeng dan disandingkan dengan sistem ekonomi terpimpin yang sesuai dengan prinsip-prinsipnya.
Ekonomi terpimpin yang bersifat sosialis bersifat membatasi dalam menyikapi antara keikutsertaan pihak pemerintah dan pihak individu dalam kegiatan ekonominya, keterlibatan adanya campur tangan pemerintah atau negara adalah dibatasi. Sedangkan bagi pihak individu atau pemilik modal juga tidak 100% keberadaannya dimusnahkan. Mereka tetap boleh mempunyai hak untuk bergabung. Hanya saja antara pihak pemerintah dan pihak individu dalam ruang lingkup ekonomi terpimpin sosialis dibatasi. Hal ini diberlakukan hanya untuk mengupayakan terlebih dahulu kepentingan dan kesejahteraan masyarakat banyak.
Menurut Lerner dalam bukunya The Economics of Control, sistem ekonomi terpimpin yang berasaskan sosialis telah memasukkan kedalamnya beberapa dari unsur-unsur ekonomi liberal. Menurutnya ekonomi liberal dan ekonomi sosialis dapat disatukan dan didamaikan menjadi “Welfare Economics”, yaitu sebuah bentuk dari kemakmuran ekonomi. Hal ini telah dipraktekkan di Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa setelah perang dunia I.
Pada sistem ekonomi terpimpin sosialis, ada hal yang harus dilaksanakan. Yang pertama ialah sumber ekonomi yang ada haruslah dikerjakan, supaya tidak adanya terbuka lahan baru untuk pengangguran akan tetapi membuka lahan baru untuk mencipitakan tenaga kerja.
Kedua, membagi hasil pendapatan dengan adil merata tanpa ada jatah hasil pendapatan yang lebih besar dikarenakan pangkat atau derajat. Dengan diterapkannya hal ini, maka kesenjangan sosial atas yang kaya dan yang miskin tidak akan terjadi, semua rakyat akan menikmati hasilnya. Tulisan lain yang ditulis Hatta tahun 1957 yang masih relevan dengan kondisi Indonesia saat ini adalah tentang Kemiskinan dan kesenjangan. Begini waktu itu dia menulis: ".... Miskin tetap miskin dengan tidak ada perspektif. Keadaan masyarakat kita sekarang hanya menyatakan pertentangan hebat antara si kaya dan si miskin . Antara sekelompok manusia yang hidup mewah dengan banyak orang yang tidak berada. Tidak sedikit pula rakyat yang hidup menderita..."
Data Bappenas yang diumumkan baru-baru ini menunjukkan, jumlah penduduk miskin di Indonesia saat ini naik menjadi 49,5 juta orang atau 24,23 persen dari seluruh jumlah penduduk Indonesia. Dari jumlah itu 31,9 juta orang berada di pedesaan dan 17,6 juta orang di perkotaan. Bila dilihat secara geografis maka 59 persen penduduk miskin ada di Pulau Jawa dan Bali, 16 persen di Sumatera, serta 25 persen menyebar di Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Kalau dipertanyakan lagi dari keadaan yang terjadi sekarang ini, itu terjadi bukanlah karena Indonesia negara yang miskin. Akan tetapi keadaan ini terjadi karena salahnya kebijakan pemerintah yang diambil. Yang selalu berpihak pada posisi yang kaya, khususnya pada zaman orde baru.
Jadi apa yang diprihatinkan Hatta waktu itu ternyata sampai sekarang masih terjadi dan bahkan seperti telah diumumkan oleh Bappenas, jumlah orang miskin di Indonesia malah naik. Kesetaraan dalam lapisan masyarakat akan dapat diwujudkan, sehingga kesejahteraan di antara kalangan masyarakat akan dapat diraih secara keseluruhan.
Ketiga, bentuk dari pemonopolian dan peng-oligopolian harus dihapuskan dalam kegiatan ekonomi. Karena hanya akan menyebabkan kerugian di salah satu pihak. Dan juga hanya akan menimbulkan eksploitasi yang melampaui batas dan pemborosan ekonomi yang besar pula.
Bentuk Cita-cita Dari Ekonomi Terpimpin dan Demokrasi.
Telah dijelaskan bahwa ekonomi terpimpin adalah suatu sistem ekonomi yang berlandaskan atas nasionalisme dan demokrasi. Menurut master ekonomi Indonesia yaitu Bung Hatta, tujuan ekonomi terpimpin dalam bidang demokrasi ialah negara mampu mencapai kemakmuran bagi hidup rakyatnya. Tiada lagi salah satu rakyat dari suatu negara itu yang tidak mendapatkan kenikmatan dari makmurnya suatu negara itu.
Negara harus lebih mendahulukan kepentingan masyarakatnya terlebih dahulu daripada segelintir individu yang kepentingannya berbeda dengan rakyat. Akan tetapi individu tersebut tidaklah harus mutlak atau murni dihilangkan.
Secara umum cita-cita dari adanya ekonomi terpimpin ada empat, yaitu yang pertama untuk membuka lapangan kerja bagi kesemua lapisan masyarakat. Secara otomatis maka angka pengangguran akan terkurangi bukannya justru menutup lapangan kerja bagi kesemua lapisan masyarakat seperti yang dipraktekkan oleh ekonomi liberal. Intinya tiada lagi angka kemiskinan.
Yang kedua ialah adanya standarisasi hidup yang baik bagi masarakat banyak secara keseluruhan. Artinya dalam hal ini negara telah menjamin hidup masyarakatnya akan lebih baik dan sejahtera, seperti yang telah diidamkan mereka.
Cita-cita yang ketiga ialah semakin berkurangnya ketidaksamaan ekonomi dengan memperata kemakmuran. Dengan ini, negara tersebut akan tumbuh menjadi negara yang maju dan rakyatnya akan mampu mengagungkan nama harum negaranya di dunia internasional.
Cita-cita yang keempat ialah untuk terciptanya keadilan sosial. Sehingga tidak akan ditemukannya lagi ketimpangan-ketimpangan ekonomi dalam kesemua masyarakatnya, sehingga ketidak-adilan pada masa orde baru seperti perhatian terhadap status kekayaan pada seseorang akan terhapuskan. Hal ini jelas-jelas telah menyinggung hak asasi manusia dan tidak layak untuk dijadikan sebagai pegangan.
Harapan saya, Indonesia dalam kegiatan ekonominya mengikuti jejak ekonomi terpimpin. Dan Indonesia dapat berubah menjadi wujudnya yang sejahtera, masyarakat yang ada di dalamnya akan makmur sejahtera dan diakui kesejahteraannya oleh dunia Internasional, sehingga Indonesia tidak gampang diremehkan oleh negara lain seperti sekarang ini, baik dalam hal ekonomi maupun birokrasinya. Selain itu juga dapat mengambil kembali gelar Macan Asia yang sudah sempat terkembang pada zaman pemerintahan.
Jadi dengan berbagai penjelasan di atas, tentunya sudah kita lihat bahwa nasionalisme hanya pantas menggandeng dan disandingkan dengan sistem ekonomi terpimpin yang sesuai dengan prinsip-prinsipnya.
Ekonomi terpimpin yang bersifat sosialis bersifat membatasi dalam menyikapi antara keikutsertaan pihak pemerintah dan pihak individu dalam kegiatan ekonominya, keterlibatan adanya campur tangan pemerintah atau negara adalah dibatasi. Sedangkan bagi pihak individu atau pemilik modal juga tidak 100% keberadaannya dimusnahkan. Mereka tetap boleh mempunyai hak untuk bergabung. Hanya saja antara pihak pemerintah dan pihak individu dalam ruang lingkup ekonomi terpimpin sosialis dibatasi. Hal ini diberlakukan hanya untuk mengupayakan terlebih dahulu kepentingan dan kesejahteraan masyarakat banyak.
Menurut Lerner dalam bukunya The Economics of Control, sistem ekonomi terpimpin yang berasaskan sosialis telah memasukkan kedalamnya beberapa dari unsur-unsur ekonomi liberal. Menurutnya ekonomi liberal dan ekonomi sosialis dapat disatukan dan didamaikan menjadi “Welfare Economics”, yaitu sebuah bentuk dari kemakmuran ekonomi. Hal ini telah dipraktekkan di Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa setelah perang dunia I.
Pada sistem ekonomi terpimpin sosialis, ada hal yang harus dilaksanakan. Yang pertama ialah sumber ekonomi yang ada haruslah dikerjakan, supaya tidak adanya terbuka lahan baru untuk pengangguran akan tetapi membuka lahan baru untuk mencipitakan tenaga kerja.
Kedua, membagi hasil pendapatan dengan adil merata tanpa ada jatah hasil pendapatan yang lebih besar dikarenakan pangkat atau derajat. Dengan diterapkannya hal ini, maka kesenjangan sosial atas yang kaya dan yang miskin tidak akan terjadi, semua rakyat akan menikmati hasilnya. Tulisan lain yang ditulis Hatta tahun 1957 yang masih relevan dengan kondisi Indonesia saat ini adalah tentang Kemiskinan dan kesenjangan. Begini waktu itu dia menulis: ".... Miskin tetap miskin dengan tidak ada perspektif. Keadaan masyarakat kita sekarang hanya menyatakan pertentangan hebat antara si kaya dan si miskin . Antara sekelompok manusia yang hidup mewah dengan banyak orang yang tidak berada. Tidak sedikit pula rakyat yang hidup menderita..."
Data Bappenas yang diumumkan baru-baru ini menunjukkan, jumlah penduduk miskin di Indonesia saat ini naik menjadi 49,5 juta orang atau 24,23 persen dari seluruh jumlah penduduk Indonesia. Dari jumlah itu 31,9 juta orang berada di pedesaan dan 17,6 juta orang di perkotaan. Bila dilihat secara geografis maka 59 persen penduduk miskin ada di Pulau Jawa dan Bali, 16 persen di Sumatera, serta 25 persen menyebar di Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Kalau dipertanyakan lagi dari keadaan yang terjadi sekarang ini, itu terjadi bukanlah karena Indonesia negara yang miskin. Akan tetapi keadaan ini terjadi karena salahnya kebijakan pemerintah yang diambil. Yang selalu berpihak pada posisi yang kaya, khususnya pada zaman orde baru.
Jadi apa yang diprihatinkan Hatta waktu itu ternyata sampai sekarang masih terjadi dan bahkan seperti telah diumumkan oleh Bappenas, jumlah orang miskin di Indonesia malah naik. Kesetaraan dalam lapisan masyarakat akan dapat diwujudkan, sehingga kesejahteraan di antara kalangan masyarakat akan dapat diraih secara keseluruhan.
Ketiga, bentuk dari pemonopolian dan peng-oligopolian harus dihapuskan dalam kegiatan ekonomi. Karena hanya akan menyebabkan kerugian di salah satu pihak. Dan juga hanya akan menimbulkan eksploitasi yang melampaui batas dan pemborosan ekonomi yang besar pula.
Bentuk Cita-cita Dari Ekonomi Terpimpin dan Demokrasi.
Telah dijelaskan bahwa ekonomi terpimpin adalah suatu sistem ekonomi yang berlandaskan atas nasionalisme dan demokrasi. Menurut master ekonomi Indonesia yaitu Bung Hatta, tujuan ekonomi terpimpin dalam bidang demokrasi ialah negara mampu mencapai kemakmuran bagi hidup rakyatnya. Tiada lagi salah satu rakyat dari suatu negara itu yang tidak mendapatkan kenikmatan dari makmurnya suatu negara itu.
Negara harus lebih mendahulukan kepentingan masyarakatnya terlebih dahulu daripada segelintir individu yang kepentingannya berbeda dengan rakyat. Akan tetapi individu tersebut tidaklah harus mutlak atau murni dihilangkan.
Secara umum cita-cita dari adanya ekonomi terpimpin ada empat, yaitu yang pertama untuk membuka lapangan kerja bagi kesemua lapisan masyarakat. Secara otomatis maka angka pengangguran akan terkurangi bukannya justru menutup lapangan kerja bagi kesemua lapisan masyarakat seperti yang dipraktekkan oleh ekonomi liberal. Intinya tiada lagi angka kemiskinan.
Yang kedua ialah adanya standarisasi hidup yang baik bagi masarakat banyak secara keseluruhan. Artinya dalam hal ini negara telah menjamin hidup masyarakatnya akan lebih baik dan sejahtera, seperti yang telah diidamkan mereka.
Cita-cita yang ketiga ialah semakin berkurangnya ketidaksamaan ekonomi dengan memperata kemakmuran. Dengan ini, negara tersebut akan tumbuh menjadi negara yang maju dan rakyatnya akan mampu mengagungkan nama harum negaranya di dunia internasional.
Cita-cita yang keempat ialah untuk terciptanya keadilan sosial. Sehingga tidak akan ditemukannya lagi ketimpangan-ketimpangan ekonomi dalam kesemua masyarakatnya, sehingga ketidak-adilan pada masa orde baru seperti perhatian terhadap status kekayaan pada seseorang akan terhapuskan. Hal ini jelas-jelas telah menyinggung hak asasi manusia dan tidak layak untuk dijadikan sebagai pegangan.
Harapan saya, Indonesia dalam kegiatan ekonominya mengikuti jejak ekonomi terpimpin. Dan Indonesia dapat berubah menjadi wujudnya yang sejahtera, masyarakat yang ada di dalamnya akan makmur sejahtera dan diakui kesejahteraannya oleh dunia Internasional, sehingga Indonesia tidak gampang diremehkan oleh negara lain seperti sekarang ini, baik dalam hal ekonomi maupun birokrasinya. Selain itu juga dapat mengambil kembali gelar Macan Asia yang sudah sempat terkembang pada zaman pemerintahan.
REFERENSI
Abdul Hadi WM. Diakses dari the Djalal center
Nugroho SBM, SE, MSP. Harian Suara Merdeka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar