Kamis, 10 Mei 2012

Tulisan (1.Perjanjian 2.Perusahaan 3.Failed/Kebangkrutan)

1.PERJANJIAN




A.    PENGERTIAN PERJANJIAN
Berdasarkan ketentuan pasal 1233 BW, perjanjian merupakan salah satu sumber yang bisa menimbulkan perikatan. Adapun pengertian dari perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
Meskipun bukan yang paling dominan, namun pada umumnya perikatan yang lahir dari perjanjian merupakan yang paling banyak terjadi dalam kehidupan manusia sehari-hari, dan yang juga ternyata banyak dipelajari oleh ahli hukum, serta dikembangkan secara luas oleh legislator, para praktisi hukum, serta juga pada cendekiawan hukum, menjadi aturan-aturan hukum positif yang tertulis, yurisprudensi dan doktrin-doktrin hukum yang dapat kita temui dari waktu ke waktu.
Perjanjian atau kontrak merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh orang untuk mendapatkan harta kekayaan yang diperlukan dalam hidupnya. Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa dengan mudah menemukan orang yang mengadakan berbagai perjanjian, misalnya jual beli, tukar-menukar, pemberian kuasa, penitipan barang, perjanjian kerja, dan sebagainya.
Dalam hukum asing dijumpai istilah overeenskomst (bahasa Belanda), contract, agreement (bahasa Inggris), contract convention (bahasa Prancis), pacte conventie contractus (bahasa Latin), kontrakt vertrag (bahasa Jerman), dan sebagainya yang merupakan istilah yang dalam hukum kita dikenal sebagai “kontrak” atau “perjanjian”.
BW menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang sama. Hal ini dapat dilihat jelas dari judul Bab II Buku III BW. Judul dari Bab II Buku III BW adalah “Tentang Perikatan-Perikatan yang Dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian”. Dari judul tersebut dapat diberikan makna bahwa kontrak adalah perjanjian, dan perjanjian adalah kontrak.
Sementara itu banyak kalangan berpendapat sama sebagaimana Subekti berpendapat, bahwa “kontrak adalah perjanjian yang tertulis” dan justru pengertian yang terakhir inilah yang jamak diterima dalam pergaulan hidup bermasyarakat.
Kenyataan ini, menurut hukum logika dikenal sebagai kesalahan logis (fallacy of relevance) jenis argumentum ad verecvundian, yaitu penalaran yang mendasarkan atau yang menggantungkan pada pendapat orang yang memiliki otoritas. Dalam hal ini yaitu pendapat Subekti, sebagai seorang penulis dari berbagai buku hukum dan juga seorang mantan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Menurut Peter Mahmud Marzuki, dalam suatu kesempatan perkuliahan Magister Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada, bahwa perjanjian mempunyai arti yang lebih luas daripada kontrak. Kontrak merujuk pada suatu pemikiran akan adanya keuntungan komersil yang diperoleh kedua belah pihak.
Sedangkan perjanjian dapat saja berarti social agreement yang belum tentu menguntungkan kedua belah pihak secara komersil. Dengan demikian pembedaan dua istilah ini bukan pada bentuknya. Tidak tepat jika kontrak diartikan sebagai perjanjian yang dibuat secara tertulis, sebab kontrak pun dapat dibuat secara lisan.
Mengutip apa yang terdapat dalam Black’s Law Dictionary disebutkan bahwa kontrak adalah perjanjian antara 2 (dua) orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu hal khusus (Contract is agreement betwen two or more persons which creates an obligation, to do or not a particular thing).
Hal pokok dalam definisi tersebut adalah bahwa kontrak dipandang sebagai persetujuan dari dua pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik melakukan atau tidak melakukan sesuatu hal tertentu. Sedangkan menurut G.H. Treitel : “a contract is an agreement giving rise to obligations which are enforced or recognised by law. ”Lebih lanjut dikemukakan oleh Treitel bahwa : “The first requisite of a contract is that the parties should have reached agreement”.
Dalam hal ini, pengertian yang diutarakan oleh Treitel menekankan pada kesepakatan para pihak dan tidak menyebutkan bahwa kontrak adalah perjanjian tertulis. Ronald A. Anderson dan Walter A. Kumpf memberikan pendapat mengenai contract:
Generally a contract is an exchange of promises or assents by two or more persons, resulting in an obligation to do or to refrain from doing a particular act, which obligation is recognize or enforced by law. A contract may also be formed when a promise is made by one person in exchange for the act or the refraining from the doing of an act by another.
Pothier tidak memberikan pembedaan antara kontrak dan perjanjian, namun membedakan pengertian contract dengan convention (pacte). Disebut convention (pacte) yaitu perjanjian dimana dua orang atau lebih menciptakan, menghapuskan (opheffen) atau merubah (wijzegen) perikatan.
Sedangkan contract adalah perjanjian yang mengharapkan terlaksananya perikatan. Terhadap penggunaan istilah kontrak dan perjanjian, Agus Yudha Hernoko sependapat dengan beberapa sarjana yang memberikan pengertian sama antara kontrak dengan perjanjian.
Dimana dalam BW disamakan pengertian antara perjanjian atau persetujuan (overeenkomst) dengan istilah kontrak. Selain itu dalam praktik kedua istilah tersebut juga dipergunakan dalam kontrak komersial, misalnya dalam perjanjian waralaba, perjanjian sewa guna usaha, kontrak kerjasama, perjanjian kerjasama, kontrak kerja konstruksi.
Didalam BW, pengertian perjanjian terdapat dalam ketentuan pasal 1313, yaitu “Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Perbuatan yang disebutkan dalam ketentuan pasal 1313 BW hendak menjelaskan bahwa perjanjian hanya mungkin terjadi jika ada suatu perbuatan nyata, baik dalam bentuk ucapan, maupun tindakan secara fisik, dan tidak hanya dalam bentuk pikiran semata-mata.
Para sarjana Hukum Perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan pasal 1313 BW adalah tidak lengkap, dan pula terlalu luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja.
Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin, yang merupakan perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam Buku III BW. Perjanjian yang diatur dalam Buku III BW kriterianya dapat dinilai secara materiil, dengan kata lain dapat dinilai dengan uang.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa perjanjian mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
1.      Ada pihak-pihak yang menjadi subjek, sedikitnya dua pihak dan masing-masing bisa terdiri atas orang dengan orang atau orang dengan badan hukum atau badan hukum dengan badan hukum. Dengan demikian tidak mungkin dikatakan ada perjanjian jika subjeknya hanya satu;
2.      Ada persetujuan (kesepakatan) diantara para pihak. Kesepakatan digambarkan sebagai pernyataan kehendak para pihak yang saling mengisi. Kesepakatan tersebut terbentuk melalui penawaran-penawaran yang disampaikan oleh para pihak yang kemudian bertemu pada satu titik.
3.      Ada objek yang berupa benda. Objek perjanjian adalah harta benda yang dapat diperdagangkan.
4.       Ada tujuan yang bersifat kebendaan (mengenai harta kekayaan). Dengan perkataan lain bahwa perjanjian bermaksud mengalihkan hak atas harta benda yang menjadi objek perjanjian.
5.      Ada bentuk tertentu, lisan atau tertulis. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak atau partij otonomie sebenarnya perjanjian dapat dibuat secara lisan sehingga dikenal sebagai kontrak lisan, bisa pula berbentuk tertulis kecuali Undang-Undang menentukan lain, yaitu yang dalam teori dikenal dengan sebutan kontrak formal seperti kontrak perdamaian, kontrak penjaminan tanah, kontrak pendirian perseroan terbatas, perjanjian hibah.
Sedangkan unsur-unsur perjanjian menurut teori lama adalah sebagai berikut:
1.      Adanya perbuatan hukum;
2.      Persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang;
3.      Persesuaian ini harus dipublikasikan atau dinyatakan;
4.      Perbuatan hukum terjadi karena kerjasama antara dua orang atau lebih;
5.      Pernyataan kehendak (wilsverklaring) yang sesuai harus saling bergantung satu sama lain;
6.      Kehendak ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum;
7.      Akibat hukum untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau timbal balik;
8.      Persesuaian kehendak harus dengan mengingat peraturan perundang-undangan.
           
B.     AZAS KEBEBASAN BERKONTRAK
Sistem pengaturan hukum perjanjian dalam Buku III BW adalah sistem terbuka (open system), atau juga disebut sebagai aanvullend recht. Artinya bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur di dalam undang-undang. Hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan yang tercantum dalam pasal 1338 ayat (1) BW, yang berbunyi:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Subekti berpendapat bahwa dalam soal perjanjian, kita diperbolehkan membuat undang-undang bagi kita sendiri. Dalam ketentuan tersebut terdapat azas kebebasan berkontrak. Azas kebebasan berkontrak dinamakan juga azas otonomi “konsensualisme”, yang menentukan adanya (raison d’etre, het bestaanwaarde) perjanjian. Kebebasan berkontrak ini berlatar belakang pada paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Groot, Thomas Hobbes, John Locke, dan Rousseau.
Azas kebebasan berkontrak merupakan salah satu azas utama dan sangat penting dalam suatu perjanjian. Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, diantaranya:
1.      Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;
2.      Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;
3.      Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian;
4.      Bebas menentukan bentuk perjanjian; dan
5.      Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
   Dengan demikian dapat dikatakan bahwa menurut azas kebebasan berkontrak, para pihaklah yang paling berhak menentukan hukum yang hendak mereka pilih untuk mengatur perjanjian mereka, hukum yang berlaku sebagai dasar transaksi, termasuk sebagai dasar penyelesaian sengketa sekiranya timbul suatu sengketa dari perjanjian yang mereka buat. Azas kebebasan berkontrak merupakan prinsip yang telah secara umum dan tertulis diakui sebagian besar negara di dunia ini sehingga dapat dikatakan merupakan prinsip universal.
Azas kebebasan berkontrak menjadi salah satu azas yang utama, dikarenakan azas ini bisa mengakomodir kebutuhan masyarakat dalam melakukan transaksi bisnis yang senantiasa berkembang seiring perkembangan teknologi. Kedudukan azas kebebasan berkontrak ini semakin diperkuat dengan ketentuan pasal 1319 BW, yang memuat:
Semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum, yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu.”
Dengan kata lain, ketentuan pasal 1319 BW mengakui akan adanya perjanjian-perjanjian selain yang terdapat dalam BW. Perjanjian-perjanjian yang tidak terdapat dalam Buku III BW ini dinamakan perjanjian tak bernama atau kontrak innominaat.

C.    SYARAT SAHNYA PERJANJIAN
Suatu perjanjian harus memenuhi syarat sah perjanjian agar sebuah perjanjian bisa memiliki kekuatan untuk memaksa para pihak. Adapun syarat sah perjanjian menurut ketentuan pasal 1320 BW adalah:
1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Kesepakatan para pihak pada prinsipnya adalah pengejawantahan dari azas konsensualitas. Azas konsensualitas memperlihatkan bahwa sebuah perjanjian timbul seketika setelah para pihak mecapai kesepakatan atau consensus. Kesepakatan mengandung pengertian bahwa para pihak saling menyatakan kehendak masing-masing untuk menutup sebuah perjanjian; pernyataan salah satu pihak “cocok” dengan pernyataan pihak yang lain. Kesepakatan bisa terjadi setelah para pihak sebelumnya melakukan proses penawaran dan penerimaan. Harold F. Lusk berpendapat bahwa untuk melahirkan sebuah perjanjian, para pihak harus berada pada kondisi mutual understanding antar pihak, dan kondisi mutual understanding terjadi dengan salah satu pihak melakukan penawaran dan penerimaan oleh pihak lainnya. Kesepakatan merupakan hal yang substansial dalam sebuah perjanjian, Nigel Savage dan Robert Bradgate berpendapat:
for there to be a legally binding contract there must be an agreement, that is, a reasonably definite understanding between two or more persons.”
Pernyataan kehendak bukan hanya dengan kata-kata yang tegas dinyatakan, tetapi juga kelakuan yang mencerminkan adanya kehendak untuk mengadakan perjanjian. 
Sudikno mertokusumo menyatakan bahwa ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu:
1)      Bahasa yang sempurna dan tertulis;
2)      Bahasa yang sempurna secara lisan;
3)      Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan. Hal ini mengingat dalam kenyataanya sering kali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya;
4)      Bahasa isyarat asal dapat diterima pihak lawannya; dan
5)      Diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan.
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Kecakapan melakukan perbuatan hukum dapat dirumuskan sebagai kemungkinan melakukan perbuatan hukum secara mandiri yang mengikat diri sendiri tanpa diganggu gugat. Subjek hukum dalam melakukan perjanjian bisa merupakan natuurlijk persoon ataupun rechtspersoon. Menurut ketentuan pasal 1330 BW, natuurlijk persoon dikatakan tidak cakap untuk melakukan sebuah perbuatan hukum adalah ketika:
1)      Orang-orang belum dewasa;
2)      Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;
3)      Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu; (namun ketentuan ini telah dihapus dengan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 tahun 1963 dan pasal 31 undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan)
`           Berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang No. 30 tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris, dan Undang-Undang No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, seseorang dikatakan telah cakap dalam melakukan perbuatan hukum jika telah berusia 18 tahun.
Sedangkan pengertian badan hukum (rechtspersoon) menurut Chidir Ali mencakup beberapa hal, yaitu:
1)      Perkumpulan orang (organisasi);
2)      Dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan-hubungan hukum (rechtsbetrekking);
3)      Mempunyai harta kekayaan sendiri;
4)      Mempunyai pengurus;
5)      Mempunyai hak dan kewajiban;
6)      Dapat digugat atau menggugat di depan Pengadilan.
Suatu badan hukum dikatakan cakap melakukan perjanjian harus diukur dari aspek kewenangan organ yang melaksanakan. Kewenangan merupakan salah satu syarat yang menentukan keabsahan kontrak yang dibuat oleh badan hukum, baik badan hukum privat maupun badan hukum publik.
Hal ini terkait kedudukan badan hukum yang merupakan artificial person, yaitu sesuatu yang diciptakan oleh hukum guna memenuhi kebutuhan perkembangan kehidupan bermasyarakat. Dalam badan hukum perseroan terbatas, direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan terbatas tersebut. Sehingga sebuah perseroan terbatas dikatakan cakap melakukan perjanjian apabila dilakukan oleh direksi atau oleh organ yang secara struktural berada dibawah direksi telah diberi kuasa oleh direksi sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar perseroan.
3.      Suatu hal tertentu
Suatu perjanjian haruslah mempunyai objek (bepaald onderwerp) tertentu, sekurang-kurangnya dapat ditentukan bahwa objek tertentu itu dapat berupa benda yang sekarang ada dan nanti akan ada. Pernyataan-pernyataan yang sifat dan luasnya sama sekali tidak dapat ditentukan, tidak mempunyai daya mengikat. Didalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi pokok sebuah perjanjian (onderwerp der overeenskomst). Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, objek perjanjian, prestasi yang wajib dipenuhi.  Jika pokok perjanjian, atau objek perjanjian, atau prestasi itu kabur, tidak jelas, sulit bahkan tidak mungkin dilaksanakan, maka perjanjian itu batal (nietig, void). Ahmadi Miru berpendapat bahwa hal tertentu dalam sebuah kontrak disebut prestasi yang dapat berwujud barang, keahlian atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu. Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan kebendaan yang telah ditentukan jenisnya, meliptui tidak hanya perikatan untuk memberikan sesuatu, melainkan juga dalam perikatan untuk berbuat sesuatu dan juga perikatan untuk tidak berbuat sesuatu.
“Memberikan sesuatu” adalah kewajiban seseorang untuk memberikan sesuatu atau menyerahkan sesuatu. Memberikan sesuatu dapat diartikan baik penyerahan nyata maupun penyerahan yuridis. “Berbuat sesuatu” adalah setiap prestasi berwujud berbuat sesuatu atau melakukan perbuatan tertentu yang positif. “Tidak berbuat sesuatu” yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah dijanjikan, misalnya tidak mendirikan bangunan yang menutupi pemandangan. Untuk menentukan barang yang menjadi objek perjanjian, dapat digunakan berbagai cara seperti: menghitung, menimbang, mengukur, atau menakar. Sementara itu, untuk menentukan jasa, harus ditentukan apa yang harus dilakukan oleh para pihak. Untuk menentukan tentang hal tertentu yang berupa tidak berbuat sesuatu juga harus dijelaskan dalam kontrak.
4.      Suatu sebab yang diperbolehkan/causa yang diperbolehkan
Sebab adalah suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian, yang mendorong orang membuat perjanjian. Tetapi yang dimaksud dengan “causa yang diperbolehkan” dalam pasal 1320 BW bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti “isi perjanjian itu sendiri” yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai para pihak. Undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang mengadakan perjanjian. yang diperhatikan atau yang diawasi oleh undang-undang adalah isi perjanjian itu, yang menggambarkan tujuan yang hendak dicapai para pihak, apakah dilarang oleh undang-undang atau tidak, apakah bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan atau tidak.
Suatu perjanjian dapat bersifat tidak diperbolehkan dalam berbagai hal, yaitu:
1)      Penutupan perjanjian tidak diperbolehkan;
Misal: jual beli antara suami-istri dilarang
2)      Cara timbulnya perjanjian tidak diperbolehkan;
Misal: penutupan perjanjian schenking yang tidak dalam bentuk akta otentik
3)      Isi perjanjian tidak diperbolehkan;
Misal: Para pihak menutup perjanjian yang menentukan bahwa salah satu pihak membuat kalender pornografi
4)      Cara pelaksanaan perjanjian tidak diperbolehkan;
5)      Maksud para pihak tidak diperbolehkan.
Selain itu, perjanjian adalah batal jika perjanjian tersebut tanpa causa. Perjanjian adalah tanpa tanpa causa, jika tujuan yang dimaksud oleh para pihak pada waktu dibuat perjanjian tidak akan tercapai. Misalnya, para pihak mengadakan novasi atas sesuatu perikatan yang tidak ada.
            Syarat pertama dan kedua pasal 1320 BW disebut syarat subjektif, karena melekat pada diri orang yang menjadi subjek perjanjian. Jika syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian dapat dibatalkan. Tetapi jika tidak dimintakan pembatalan kepada hakim, perjanjian itu tetap mengikat pihak-pihak, walaupun diancam pembatalan sebelum waktu lima tahun.
            Syarat ketiga dan keempat pasal 1320 BW disebut syarat objektif, karena mengenai sesuatu yang menjadi objek perjanjian. Jika syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian batal. Kebatalan ini dapat diketahui apabila perjanjian tidak mencapai tujuan karena salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Kemudian diperkarakan ke muka hakim, dan hakim menyatakan perjanjian batal, karena tidak memenuhi syarat objektif.





2.PERUSAHAAN

Pengertian Perusahaan dan Tujuannya
       Secara umum perusahaan (business) adalah suatu organisasi di mana sumber daya (input), seperti bahan baku dan tenaga kerja diproses untuk menghasilkan barang dan jasa (output) bagi pelanggan. Tujuan dari perusahaan secara umum ialah laba/keuntungan. Laba (profit) adalah selisih antara jumlah yang diterima dari pelanggan atas barang atau jasa yang dihasilkan dengan jumlah yang dikeluarkan untuk membeli sumber daya alam dalam menghasilkan barang atau jasa tersebut.

Jenis-Jenis Perusahaan
Terdapat tiga jenis perusahaan yang beroperasi untuk menghasilkan laba yaitu :
a)      Perusahaan Manufaktur (Manufacturing)
Mengubah input dasar menjadi produk yang dijual kepada masing-masing pelanggan.
b)      Perusahaan Dagang (Merchandising)
Menjual produk kepada pelanggan tanpa mengubah bentuk barang dan jasanya.
c)      Perusahaan Jasa (Service)
Menghasilkan jasa untuk pelanggan.

Jenis-Jenis Organisasi Perusahaan
Umumnya, terdapat empat bentuk perusahaan yang berbeda, yakni :
a)      Perusahaan Perseorangan à dimiliki oleh perorangan
b)      Persekutuan (partnership) à dimiliki dua atau lebih individu
c)      Korporasi (corporation) à dibentuk sebagai suatu badan hukum terpisah
d)     Perusahaan dengan Kewajiban Terbatas (Limited Liability Corporation)
Menggabungkan karakteristik persekutuan dan korporasi.
Ketiga jenis perusahaan (manufaktur, dagang dan jasa) dapat berbentuk perseorangan,  persekutuan, korporasi maupun campuran.

Strategi Bisnis
Serangkaian rencana dan tindakan terintegrasi yang didesain bagi perusahaan sebagai sarana untuk memperoleh keuntungan melebihi pesaingnya sekaligus memaksimalkan laba. Dua strategi dasar yang biasanya digunakan oleh perusahaan adalah strategi biaya rendah (low-cost strategy) dan strategi diferensiasi (differentiation-strategy).

Rantai Nilai Perusahaan
Apabila perusahaan telah memilih satu strategi tertentu, maka strategi tersebut harus diterapkan pada rantai nilainya. Rantai nilai (value of chain) adalah cara yang dilakukan perusahaan untuk memberi nilai tambah bagi pelanggannya mulai dari proses input sampai menjadi output dari sebuah produk barang/jasa.

Pihak-Pihak yang Berkepentingan
Business Stakeholder/pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan adalah perorangan atau entitas yang mempunyai kepentingan dalam menentukan kinerja perusahaan. Terdiri dari :
a)      Pemilik (owners)
Pihak yang menginvestasikan sumber dayanya.
b)      Manajer (manager)
Orang yang diberi kewenangan oleh pemilik untuk mengoperasikan perusahaan.
c)      Karyawan (employee)
Orang-orang yang memberikan jasanya kepada perusahaan sehingga mereka memperoleh upah.
d)     Pelanggan (customers)
Pihak yang membeli/mengkonsumsi barang/jasa yang dijual/dihasilkan perusahaan.
e)      Kreditor (creditors)
Pihak yang menginvestasikan sumber dayanya melalui pemberian kredit.
f)       Pemerintah (government)
Pihak yang berkepentingan terhadap pemungutan pajak perusahaan.

Peranan Akuntansi dalam Perusahaan
Secara umum, akuntansi didefinisikan sebagai sistem informasi yang menghasilkan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap aktivitas ekonomi dan kondisi perusahaan.
Proses di mana akuntansi menghasilkan informasi bagi pihak-pihak berkepentingan dapat dilihat dari gambar berikut :

Profesi Akuntansi
Para akuntan berkarier sebagai akuntan perusahaan atau akuntan publik. Akuntan yang bekerja pada perusahaan atau organisasi nirlaba disebut sebagai akuntan swasta (private-accountant); sedangkan akuntan beserta staf mereka yang memberikan jasa akuntansi berdasarkan honor (fee) disebut akuntan public (public-accountant).

Bidang Spesialisasi Akuntansi
Pada umumnya, terdapat dua bidang akuntansi yaitu :
a)      Akuntansi keuangan (financial-accounting)
Berkaitan dengan pencatatan dan pelaporan data serta kegiatan ekonomi perusahaan.
b)      Akuntansi manajemen
Menggunakan akuntansi keuangan maupun data yang diestimasi untuk membantu manajemen dalam menjalankan operasional perusahaan serta  membuat prediksi di masa depan.
Bidang lainnya yang terkait ialah akuntansi biaya, akuntansi lingkungan, akuntansi pajak, sistem akuntansi, akuntansi internasional, akuntansi organisasi nirlaba dan akuntansi sosial.
Prinsip-Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (GAAP-General Accepted Accounting Principle)
Prinsip dan konsep akuntansi dikembangkan dari hasil penelitian praktek akuntansi sehari-hari. Saat ini, Financial Accounting Standards Board (FASB) merupakan lembaga yang memiliki kewenangan di AS dengan tugas utama mengembangkan prinsip-prinsip akuntansi. Tugas yang sama dilakukan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia).

Beberapa konsep dan prinsip akuntansi ialah :
a)      Konsep Entitas Usaha (Business Entity Concept)
Perusahaan dipandang sebagai entitas terpisah dari pemilik, kreditor maupun pihak yang berkepentingan lainnya.
Misal : akuntan yang bekerja pada sebuah perusahaan hanya akan melakukan pembukuan terhadap kegiatan perusahaan bukan kegiatan pribadinya.
b)      Konsep Biaya (Cost Concept)
Merupakan dasar untuk membukukan harga pertukaran atau biaya.
Misalnya : sebuah mesin dibeli seharga Rp 10 juta, maka jumlah tersebut harus dimasukkan ke dalam catatan akuntansi pembeli. Mungkin sebelumnya, penjual meminta harga Rp 12 juta; sementara mungkin pembeli menawar Rp 8 juta untuk mesin tersebut.
c)      Konsep Objektivitas (Objectivity Concept)
Catatan dan laporan akuntansi harus didasarkan pada bukti obyektif.
d)     Konsep Unit Pengukuran (Unit of Measure Concept)
Data ekonomi dicatat dalam satuan mata uang.

Aktiva, Kewajiban dan Ekuitas Pemilik
Sumber daya yang dimiliki perusahaan disebut aktiva (assets). Contohnya : kas, tanah, gedung, peralatan, dsb. Hak atau klaim atas asset, dibagi menjadi dua jenis utama, yakni :
a)      Hak Kreditor
Memperlihatkan utang perusahaan yang disebut kewajiban (liabilities)
b)      Hak Pemilik
Disebut juga ekuitas pemilik (owner’s equity)
Hubungan antara liabilities dan owner’s equity ialah :
=                                    +
Persamaan di atas dikenal sebagai persamaan akuntansi (accounting-equation). Biasanya kewajiban diletakkan sebelum ekuitas pemilik karena kreditor mempunyai hak terlebih dahulu atas aktiva perusahaan.

Transaksi Bisnis dalam Persamaan Akuntansi
Kejadian atau kondisi ekonomi yang secara langsung dapat mempengaruhi kondisi keuangan atau hasil operasi suatu entitas disebut transaksi bisnis (business transaction). Semua transaksi bisnis dapat dinyatakan dengan perubahan pada ketiga unsur persamaan akuntansi.

         sUntuk menghasilkan barang siap konsumsi, perusahaan memerlukan bahan – bahan dan faktor pendukung lainnya, seperti bahan baku, bahan pembantu, peralatan dan tenaga kerja. Untuk memperoleh bahan baku dan bahan pembantu serta tenaga kerja dikeluarkan sejumlah biaya yang disebut biaya produksi. Hasil dari kegiatan produksi adalah barang atau jasa, barang atau jasa inilah yang akan dijual untuk memperoleh kembali biaya yang dikeluarkan. Jika hasil penjualan barang atau jasa lebih besar dari biaya yang dikeluarkan maka perusahaan tersebut memperoleh keuntungan dan sebalik jika hasil jumlah hasil penjualan barang atau jasa lebih kecil dari jumlah biaya yang dikeluarkan maka perusaahaan tersebut akan mengalami kerugian. Dengan demikian dalam menghasilkan barang perusahaan menggabungkan beberapa faktor produksi untuk mencapi tujuan yaitu keuntungan.
Perusahaan merupakan kesatuan teknis yang bertujuan menghasilkan barang atau jasa. Perusahaan juga disebut tempat berlangsungnya proses produksi yang menggabungkan faktor – faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Perusahaan merupakan alat dari badan usaha untuk mencapai tujuan yaitu mencari keuntungan. Orang atau lembaga yang melakukan usaha pada perusahaan disebut pengusaha, para pengusaha berusaha dibidang usaha yang beragam.
Intisari :
Perusahaan : Suatu tempat untuk melakukan kegiatan proses produksi barang atau jasa.
Perusahaan : Merupakan kesatuan teknis yang bertujuan menghasilkan barang atau jasa.
Biaya Produksi : Biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh bahan baku – bahan pembantu dan tenaga kerja.
Laba : Jika hasil yang diterima lebih besar dari biaya produksi.
Rugi : Jika hasil yang diterima lebih kecil dari biaya produksi.



3. KEBANGKRUTAN

Kebangkrutan biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi perusahaan atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas. Menurut Drs. A. Abdurrachman dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, kebangkrutan adalah suatu proses yang dilakukan oleh seorang debitur dengan mengisi suatu petisi yang menyatakan bahwa ia tidak mampu untuk memenuhi kewajiban-kewajibanya atau hutang-hutangnya dan bersedia dinyatakan bangkrut.
Kebangkrutan sebagai kegagalan didefinisikan dalam beberapa arti (Muhammad Akhyar Adnan dan Eha Kurniasih, 2000:137): yaitu kegagalan ekonomi (Economic failure) dan kegagalan keuangan (financial failure).
Kegagalan dalam arti ekonomi biasanya berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak menutup biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jatuh di bawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan dapat juga berarti bahwa tingkat pendapatan atas biaya historis dari investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan.
Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk: Insolvensi Teknis dan Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan. Insolvensi teknis adalah Perusahaan dapat dianggap gagal jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo.
Walaupun total aktiva melebihi total utang atau terjadi bila suatu perusahaan gagal memenuhi salah satu atau lebih kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti rasio aktiva lancar terhadap utang lancar yang telah ditetapkan atau rasio kekayaan bersih terhadap total aktiva yang disyaratkan. Insolvensi juga terjadi bila arus kas tidak cukup untuk memenuhi pembayaran kembali pokok pada tanggal tertentu. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan adalah kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.
Kebangkrutan dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan sebagai suatu keadaan atau situasi dalam hal ini perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-kewajiban kepada debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh perusahaan tidak dapat dicapai yaitu profit, sebab dengan laba yang diperoleh perusahaan bisa digunakan untuk mengembalikan pinjaman, membiayai operasi perusahaan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi bisa ditutup dengan laba atau aktiva yang dimiliki.
Kebangkrutan akan cepat terjadi di negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya sudah sakit kemudian semakin sakit dan bangkrut. Perusahaan yang belum sakit pun akan mengalami kesulitan dalam pemenuhan dana untuk kegiatan operasional akibat adanya krisis ekonomi tersebut. Proses kebangkrutan, tidak semata-mata disebabkan oleh faktor ekonomi tetapi juga disebabkan oleh faktor yang lain yang sifatnya non ekonomi.
Dun & Bradstreet telah membuat persentase sebab-sebab kebangkrutan sebagai berikut, manajemen tidak kompeten 45,6%, kurang pengalaman di bidang manajerial 12,5%, pengalaman tidak seimbang dalam permodalan, penjualan, produksi dana lain-lain 19,2%, kurang pengalaman di bidang produksi yang ditangani 11,1%, kelalaian 0,7%, musibah 0,5%, penipuan 0,3%, dan alasan yang tidak diketahui 10,1%.
Yang dimaksud dengan tidak kompetennya manajer antara lain kegagalan mengantisipasi dan menyesuaikan diri dengan resesi dan trend industri yang tidak menguntungkan. Kesulitan keuangan yang dihadapi perusahaan biasanya akibat dari kesalahan perhitungan, kesalahan pertimbangan, dan kelemahan lain yang saling berkaitan. Dimana secara langsung ataupun tidak menggambarkan kemampuan manajemen.
Sedangkan menurut Bambang Riyanto, faktor-faktor penyebab kegagalan usaha dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern berasal dari dalam perusahaan itu sendiri baik yang meliputi faktor keuangan dan non keuangan. Faktor keuangan meliputi adanya hutang yang terlalu besar sehingga menjadi beban tetap yang berat bagi perusahaan, adanya kewajiban jangka pendek yang lebih besar dari aktiva lancar, lambatnya pengumpulan piutang atau banyaknya bad debt, kesalahan dalam kebijakan deviden, dan tidak cukupnya dana penyusutan.Sedangkan faktor non keuangan adalah adanya kesalahan-kesalahan dalam pemilihan lokasi, penentuan produk yang dihasilkan dan penentuan skala usaha, kurang baiknya struktur organisasi, kesalahan dalam pemilihan pimpinan perusahaan, adanya manajerial incompetence (kebijakan pembelian, penjualan, pemasaran).
Sedangkan faktor ekstern yang berasal dari luar perusahaan dan berada di luar jangkauan atau kontrol pimpinan perusahaan antara lain adalah adanya persaingan yang hebat, berkurangnya permintaan terhadap produk yang dihasilkan dan turunnya harga.
Menurut Drs. A. Abdurrachman, reorganisasi, pada umumnya, adalah pengaturan atau perbaikan mengenai susunan kapital suatu perseroan, biasanya yang meliputi penarikan kembali semua efek yang belum diselesaikan, dan penggantiannya dengan efek yang baru. Pada khususnya, adalah suaturecapitalization mengenai suatu perseroan yang jatuh bangkrut, yang menetapkan, bahwa para pemegang saham, pemegang obligasi, dan para kreditur menyetujui satu sama lain akan menyerahkan kepentingan-kepentingan dan tuntutan-tuntutannya, dan membentuk suatu perseroan yang baru untuk menyelesaikan hutang-hutang perseroan yang lama dan melanjutkan usaha-usahanya.
Dari beberapa keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa reorganisasi adalah adalah situasi dimana aktiva dari perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dinyatakan dalam nilai pasar dan penyusunan kembali struktur permodalan perusahaan untuk mencerminkan tiap perubahan pada sisi aktiva. Dalam reorganisasi, perusahaan berjalan terus sedangkan pada kepailitan perusahaan dilikuidasi dan sirna.
Jika nilai perusahaan going concern lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahaan dilikuidasi, maka pilihan reorganisasi/restrukturisasi layak dilakukan. Dalam situasi ini, operasi perusahaan akan diteruskan setelah dilakukan perbaikan-perbaikan, terutama perbaikan struktur modalnya.Trustee (kurator) bisa ditunjuk untuk menjalankan reorganisasi tersebut.
Rencana reorganisasi didasarkan pada prinsip keadilan dan kelayakan. Prinisip keadilan berarti semua pihak harus diperlakukan secara adil (fair). Prinsip kelayakan berarti rencana tersebut harus layak (bisa) dilakukan. Sebagai contoh, jika perusahaan mempunyai beban hutang terlalu tinggi sedangkan kemampuan penjualan sangat kecil, maka reorganisasi tidak layak dilakukan.
Langkah-langkah reorganisasi:
1. Menentukan Nilai Perusahaan
Penilaian yang sering digunakan, dan yang termasuk sederhana, adalah menghitung nilai perusahaan berdasarkan tingkat kapitalisasi.
2. Menentukan Struktur Modal yang Baru
Struktur modal tersebut bertujuan mengurangi beban tetap (bunga) agar perusahaan bisa beroperasi dengan lebih fleksibel. Untuk mengurangi beban tetap tersebut, total hutang biasanya akan dikurangi. Jika tidak ada lagi harapan bahwa operasi perusahaan akan berhasil, maka likuidasi merupakan alternatif satu-satunya yang mungkin dilakukan oleh perusahaan.
Likuidasi adalah proses dimana sebuah perusahaan sebagai suatu badan hukum berhenti beroperasi dengan cara mengakhiri hidup perusahaan tersebut.  (Christopher Pass & Bryan Lowes. Kamus Lengkap Ekonomi 1994). Proses demikian dapat dimulai atas permintaan para kreditor karena perusahaan dianggap telah bangkrut. Orang yang ditunjuk sebagai likuidator menjual seluruh aset perusahaan seharga nilai realisasinya nanti. Hasil dari perjanjian tersebut digunakan untuk membayar kewajiban-kewajiban utama pada para kreditor. Jika dana hasil penjualan aktiva tidak mencukupi untuk membayar kreditor, para kreditor istimewa akan dibayar lebih dahulu baru kemudian para pemberi pinjaman biasa dibayar dengan cara pembagian yang merata. Jika terdapat dana sisa ini akan dibagikan secara merata diantara para pemegang saham perusahaan.
Proses likuidasi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu (1) melalui penyerahan, yaitu proses likuidasi yang tidak melalui pengadilan, dan (2) melalui kepailitan formal berdasarkan yuridiksi suatu pengadilan khusus.
Likuidasi penyerahan adalah prodesur informal untuk melikuidir hutang, bagi kreditur cara ini lebih menguntungkan dibanding kepailitan formal karena mereka menerima lebih banyak. Dilakukan transfer kepemilikan aktiva kepada pihak ketiga yang disebut assignee atau trustee. Assigneediinstruksikan untuk menjual aktiva itu baik di bawah tangan atau melalui lelang umum dan hasilnya dibagikan kepada kreditur secara pro-rata.
Sedangkan likuidasi kepailitan diatur dalam Undang-undang kepailitan yang mempunyai tiga fungsi penting, yaitu melindungi kreditur dari kemungkinan penipuan oleh debitur, pembagian aktiva debitur secara adil kepada para kreditur, menghapuskan semua kewajiban debitur sehingga yang bersangkutan dapat mulai usaha baru tanpa harus dibebani hutang terdahulu.
Distribusi aktiva dalam kepailitan ini diatur menurut urutan prioritas tagihan dalam Bab 5 Undang-undang kepailitan 1978, Pasal 507, ditetapkan masing-masing kreditur sebagai berikut:
1.    Kreditur dengan jaminan (secured Creditor) akan menerima hasil penjualan harta perusahaan debitor.
2.    Biaya pengendalian bantuan hukum lain dan trustee diperhitungkan ke dalam hasil.
3.    Beban pengeluaran setelah kasus terpaksa (involuntary case), telah dimulai tetapi sebelumtrustee dibentuk.
4.    Jumlah upah untuk pegawai dibatasi tidak melebihi $2.000 per orang bila upah itu diterima tiga bulan sebelum petisi kepailitan diajukan secara resmi.
5.    Jumlah $2.000 yang diizinkan mencakupi jumlah upah pegawai ditambah jumlah iuran dana pensiun pegawai yang belum dibayarkan. Klaim iuran dana pensiun yang belum dibayarkan diizinkan untuk diperhitungkan hanya jumlah yang diberikan 6 bulan sebelum petisi kepailitan diajukan.
6.    Jumlah klaim tanpa jaminan terhadap deposito pelanggan $900 per orang.
7.    Pajak yang berlaku secara efektif adalah semua jenis pajak yang wajib dibayar oleh perusahaan.
8.    Kewajiban dana pensiun yang belum ada dananya lebih diperioritaskan kepada kreditor umum dan jumlah keseluruhannya dibatasi sampai 30 persen dari seluruh modal saham biasa dan preferen perusahaan; sisanya merupakan klaim yang sama seperti klaim kreditor umum.
9.    Kreditor umum atau kreditor tanpa jaminan meliputi kredit dagang, pinjaman tanpa jaminan, obligasi tanpa jaminan (debenture bonds), dan bagian pinjaman dengan jaminan yang tidak terbayar serta rencana pensiun yang belum terpenuhi dananya.
10.    Pemegang saham preferen dapat menerima jumlah sampai jumlah nominal saja.
11.     Pemegang saham biasa menerima apa saja yang tersisa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar