Tugas 6 : Etika Dalam Auditing
Menurut
bahasa Yunani Kuno, etika berasal dari kata ethikos yang berarti “timbul dari
kebiasaan”. Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau
kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika
mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan
tanggung jawab. Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi
konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan
(studi penggunaan nilai-nilai etika/
Auditing adalah suatu
proses dengan apa seseorang yang mampu dan independent dapat menghimpun dan
mengevaluasi bukti-bukti dari keterangan yang terukur dari suatu kesatuan
ekonomi dengan tujuan untuk mempertimbangkan dan melaporkan tingkat kesesuaian
dari keterangan yang terukur tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Etika dalam auditing
adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti
secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan ekonomi, dengan tujuan
menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut, serta penyampaian
hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Independensi
Independensi
adalah keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak
tergantung pada orang lain (Mulyadi dan Puradireja, 2002: 26).
Dalam SPAP (IAI, 2001:
220.1) auditor diharuskan bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi,
karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan di dalam
hal ia berpraktik sebagai auditor intern).
Terdapat tiga aspek
independensi seorang auditor, yaitu sebagai berikut.
(1) Independence
in fact (independensi dalam fakta)
Artinya auditor harus
mempunyai kejujuran yang tinggi, keterkaitan yang erat dengan objektivitas.
(2) Independence
in appearance (independensi dalam penampilan)
Artinya pandangan pihak
lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
(3) Independence
in competence (independensi dari sudut keahliannya)
Independensi dari sudut
pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional auditor.
Tujuan
audit atas laporan keuangan oleh auditor independen
Tujuan
audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk
menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi
keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor merupakan sarana bagi
auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk
menyatakan tidak memberikan pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan
pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus menyatakan
apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang
ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Standar auditing yang ditetapkan Ikatan
Akuntan Indonesia mengharuskan auditor menyatakan apakah, menurut pendapatnya,
laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia dan jika ada, menunjukkan adanya ketidakkonsistenan penerapan prinsip
akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan
dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
Perbedaan
tanggung jawab auditor independen dengan tanggung jawab manajemen.
Auditor
bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh
keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji
material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.1 Oleh karena
sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh
keyakinan memadai, namun bukan mutlak, bahwa salah saj i material terdeteksi.2
Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna
memperoleh keyakinan bahwa salah saji terdeteksi, baik yang disebabkan oleh
kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan.
Auditor adalah
seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan suatu perusahaan atau organisasi.
Tanggung
Jawab Auditor
The
Auditing Practice Committee, yang merupakan cikal bakal dari Auditing
Practices Board, ditahun 1980, memberikan ringkasan (summary) tanggung
jawab auditor:
·
Perencanaan, Pengendalian dan
Pencatatan. Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat
pekerjannya.
·
Sistem Akuntansi.
Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan
transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
·
Bukti Audit.
Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan
kesimpulan rasional.
·
Pengendalian Intern. Bila
auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal,
hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance
test.
·
Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang
Relevan. Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang
relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil
berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional
atas pendapat mengenai laporan keuangan.
Opini
Auditor
Munawir
(1995) terhadap hasil audit memberikan beberapa pendapat sepotong-sepotong
auditor, antara lain:
·
Pendapat Wajar Tanpa Bersyarat. Pendapat ini hanya dapat
diberikan bila auditor berpendapat bahwa berdasarkan audit yang sesuai dengan
standar auditing, penyajian laporan keuangan adalah sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU),
tidak terjadi perubahan dalam penerapan prinsip akuntansi (konsisten) dan
mengandung penjelasan atau pengungkapan yang memadai sehingga tidak menyesatkan
pemakainya, serta tidak terdapat ketidakpastian yang luar biasa (material).
·
Pendapat Wajar Dengan Pengecualian. Pendapat ini diberikan
apabila auditor menaruh keberatan atau pengecualian bersangkutan dengan
kewajaran penyajian laporan keuangan, atau dalam keadaan bahwa laporan keuangan
tersebut secara keseluruhan adalah wajar tanpa kecuali untuk hal-hal tertentu
akibat faktor tertentu yuang menyebabkan kualifikasi pendapat (satu atau lebih
rekening yang tidak wajar).
·
Pendapat Tidak Setuju. Adalah suatu pendapat bahwa laporan
keuangan tidak menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil operasi
seperti yang disyaratkan dalam Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU).
Hal ini diberikan auditor karena pengecualian atau kualifikasi terhadap
kewajaran penyajian bersifat materialnya (terdapat banyak rekening yang tidak
wajar).
·
Penolakan Memberikan Pendapat. Penolakan memberikan
pendapat berarti bahwa laporan audit tidak memuat pendapat auditr. Hal ini bisa
diterbitkan apabila: auditor tidak meyakini diri atau ragu akan kewajaran
laporan keuangan, auditor hanya mengkompilasi pelaporan keuangan dan bukannya
melakukan audit laporan keuangan, auditor berkedudukan tidak independent
terhadap pihak yang diauditnya dan adanya kepastian luar biasa yang sangat
mempengaruhi kewajaran laporan keuangan.
·
Pendapat Sepotong-sepotong. Auditor tidak dapat memberikan
pendapat sepotong-sepotong. Hasil auditnya hanya akan memberikan kesimpulan
bahwa laporan keuangan yang diaudit secara keseluruhan.
Dalam praktek
sehari-hari, tidak jarang ditemukan kesalahpahaman klien yang menganggap
laporan keuangan adalah merupakan tanggung jawab auditor sepenuhnya karena
merupakan produk dari hasil pekerjaan auditor. Dalam proses penerbit audit
report, auditor memang sering membantu klien mempersiapkan draft laporan
keuangan, sebagaian ataupun seluruhnya, sehingga klien menganggap bahwa laporan
keuangan adalah merupakan tanggung jawab auditor.
Referensi :
- Agoes,. S,. 2004, Auditing Pemeriksaan Akuntan oleh Kantor Akuntan
Publik, Jilid 1, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
- Budisusetyo, S. 2004. Internal Auditor dan Dilema Etika:
Pentingnya pengalaman, Komitment Profesional dan Orientasi Etika Auditor
serta Nilai Etika Organisasi, Tesis, Universitas Airlangga.
- Davis, C. E. 1997 “Experience and
the Organizaztion of Auditors Knowledge”, Managerisl Auditing Journal,
Vol. 12 No. 8, hal. 411-422
Tidak ada komentar:
Posting Komentar