Selasa, 08 Maret 2011

bab 2 (2.dampak realita terhadap perekonomian repelita)

Bab 2

2.DAMPAK REPELITA TERHADAP PEREKONOMIAN (Repelita V)
e. Periode 1989/1990-1993/1994 Repelita V


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhyVJhv6ijrrFH3eeSkL-IGUVdRqJXFpjTIor9hutwEvQT_H6d2um49ghSNjDqjBbp96MhvFxCv-dn_DkjWcVXBnqM58-2uYcklehJA0YfdMbwi6jUkSOYgupy1yM8HVCVxVKLjOKM-Y6MP/s1600/soeharto.jpg
·                     Repelita I : Meletakkan titik berat pada sektor pertanian dan industri yang mendukung sektor pertanian.
·                     Repelita II : Meletakkan titik berat pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
·                     Repelita III : Meletakkan titik berat pada sektor pertanianmenuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi.
·                     Repelita IV : Meletakkan titik berat pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun industri ringan yang akan terus dikembangkan dalam repelita-repelita selanjutnya.
·                     Repelita V : pelaksanaan kebijaksanaan pembangunan tetap bertumpu pada Trilogi Pembangunan dengan menekankan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Ketiga unsur Trilogi Pembangunan tersebut saling mengait dan perlu dikembangkan secara selaras, terpadu, dan saling memperkuat.
Tujuan dari Repelita V sesuai dengan GBHN tahun 1988 adalah pertama, meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rajyat yang makin merata dan adil; kedua, meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pemangunan berikutnya.

Prioritas pembangunan sesuai dengan pola umum pembangunan jangka panjang pertama, maka dalam Pelita V prioritas diletakkan pada pembangunan bidang ekonomi dengan titik berat pada:

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhw7BMWkbp6LDGJnWLJkXEKhBxEiGY01R3syv-SULcDhDwLQ0qk2H4pOdqCriXGMg2EaiD-3EhK2RBdNlLMLZJNLWHUppVMUW7JA_aDuxNVNm77aM0U8hypuU7JLd7PlKkGNLvbLF-kjatq/s320/taniiiii.jpg
·                     Sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan produksi hasil pertanian lainnya;
·                     Sektor industri khususnya industri yang menghasilkan untuk ekspor, industri yang banyak menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, serta industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri.
Sejalan dengan prioritas pada pembangunan bidang ekonomi, maka pembangunan dalam bidang politik, sosial-budaya, pertahanan keamanan dan lain-lain makin ditingkatkan sepadan dan agar saling menunjang dengan pembangunan bidang ekonomi sehingga lebih menjamin ketahanan nasional.

Arah dan kebijaksanaan pembangunan dalam Repelita V mendasarkan pada arah dan kebijaksanaan pembangunan yang ditempuh selama Pelita IV dan arah itu perlu dilanjutkankan, bahkan ditingkatkan agar makin nyata dapat dirasakan perbaikan taraf hidup dan kecerdasan rakyat yang mencerminkan meningkatnya kualitas manusia dan kulitas kehidupan masyarakat demi terwujudnya kesejahteraan yang makin merata dan adil bagi seluruh rakyat. Pembangunan nasional di segala bidang harus diarahkan untuk makin memantapkan perwujudan wawasan nusantara dan memperkokoh ketahanan nasional.



PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DAN DAERAH TAHUN TERAKHIR   
REPELITA VI
Oleh:
Ginandjar Kartasasmita
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas
Disampaikan pada Pada Pembukaan Konasbang ke-15 Tahun 1997
Jakarta, 27 Oktober 1997
Konsultasi Nasional Pembangunan (Konasbang) tahun ini merupakan Konasbang yang ke-15 dan
bertepatan dengan selesainya pemilihan umum dan terpilihnya wakil rakyat yang sekarang sedang
bersidang di Majelis Permusyawaratan Rakyat. Para wakil rakyat dalam Sidang Umum MPR yang sedang
berlangsung akan merumuskan arahan pembangunan lima tahun mendatang.
Pada Konasbang ini, yang merupakan puncak dari rangkaian  kegiatan proses pembangunan, kita
akan berupaya menyerasikan, menyelaraskan, dan menyeimbangkan serta menjaga keterpaduan antara
aspirasi daerah, regional dan sektor.   Wujud  keserasian,  keselarasan, keseimbangan dan keterpaduan
tersebut harus tercermin, antara lain dalam usulan langkah-langkah kebijaksanaan, program/proyek
pembangunan  dan lingkup sumber pembiayaannya, serta perkiraan dampaknya terhadap sasaran-sasaran
pembangunan, termasuk yang menyangkut aspek peningkatan  pemerataan pembangunan dan hasilhasilnya serta upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan.  Konasbang tahun ini juga berkaitan
dengan upaya pencapaian sasaran akhir  REPELITA VI dan peletakan landasan untuk REPELITA VII. 
Oleh karena itu, Konasbang ini memiliki nilai strategis.  
Pada pertengahan tahun kedua pelaksanaan Repelita VI diketahui bahwa ekonomi nasional ternyata
telah tumbuh melampaui sasaran pertumbuhan yang telah ditetapkan, sehingga kita sesuaikan dari rata-rata
6,2 persen menjadi 7,1 persen per tahun.  Antara tahun 1993-1995, laju pertumbuhan produk domestik
regional bruto (PDRB) propinsi telah mencapai rata-rata 7,67 persen per tahun. Struktur ekonomi nasional
juga telah mengalami proses transformasi yang lebih jauh, yang dicirikan antara lain oleh pangsa sektor
industri dalam produk domestik bruto (PDB) dewasa ini yang telah melampaui pangsa PDB sektor
pertanian.
Namun pada tahun terakhir ini kita menghadapi berbagai hambatan yang akan berpengaruh pula
pada tingkat pertumbuhan ekonomi kita.  Hambatan itu berupa gejolak mata uang dan bencana alam,
kekeringan dan kebakaran hutan, yang sekarang masih berlangsung.
Persoalan kita adalah kondisi ekonomi nasional tidaklah homogen, artinya terdapat keragaman dan
kesenjangan ekonomi antarwilayah.  Hal ini secara jelas dapat dilihat dari distribusi produk regional
domestik bruto (PDRB) menurut wilayah.  Pada tahun 1993, 16,8 persen dari total PDRB disumbangkan
oleh kawasan timur Indonesia (KTI) dan 83,2 persen dari total PDRB nasional disumbangkan oleh
kawasan barat Indonesia (KBI). Dari total PDRB tersebut,  60,8 persen merupakan sumbangan Jawa dan
Bali dan 22,2 persen sumbangan Sumatera.  Pada tahun 1995 keadaan itu sedikit membaik, dimana 17,1
persen dari total PDRB disumbangkan oleh KTI, dan 82,9 persen dari total PDRB nasional disumbangkan
oleh KBI, meskipun sumbangan Jawa dan Bali masih meningkat sedikit menjadi sebesar 61,2 persen.
Hasil analisis yang dilakukan Bappenas menunjukkan bahwa sebagian besar pertumbuhan PDRB
daerah meningkat.  Namun demikian, diperkirakan terdapat beberapa propinsi yang tingkat pertumbuhannya akan menurun karena struktur ekonomi wilayah tersebut kurang siap menyesuaikan diri dengan
tuntutan pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi. Disamping itu krisis moneter dan bencana kekeringan
yang panjang juga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional dan juga daerah, terutama yang
mungkin akan sangat terpengaruh adalah propinsi-propinsi di Sumatera dan Kalimantan. 
Jelas, kita tidak menghendaki pertumbuhan menjadi terlalu rendah dibandingkan dengan
sasarannya.  Oleh karena itu, kita harus berupaya keras agar perkiraan tersebut tidak menjadi kenyataan. www.ginandjar.com 2
Oleh karena itu pula, tantangan kita saat ini adalah bagaimana mengintegrasikan perekonomian wilayah ke
dalam perekonomian nasional sesuai dengan hirarki dan fungsinya masing-masing sehingga dicapai
kesatuan ekonomi yang kukuh dan ketahanan ekonomi  yang tangguh serta daya saing ekonomi yang
tinggi.
Untuk mencapai sasaran pertumbuhan tersebut, kawasan andalan dan sektor-sektor unggulan
yang dikembangkan di masing-masing propinsi, perlu mendapat perhatian khusus, juga dengan
memanfaatkan kerjasama-kerjasama subregional dengan negara-negara tetangga.  Untuk mendukung
upaya tersebut, kita perlu lebih menggerakkan keikutsertaan dunia usaha dan masyarakat dalam kegiatan
usaha produktif. Memang pada saat ini dunia usaha sedang terpukul karena dampak gejolak  moneter, 
namun keadaan seperti ini tidak akan berlangsung terus, dan pada saatnya ekonomi kita akan pulih
kembali.  Kita harapkan setelah melalui masa yang sulit itu, ekonomi kita dan dunia usaha akan lebih
tangguh lagi, akan lebih kuat lagi menahan guncangan.  Dari pengalaman itu kita menjadi lebih arif dan
memperoleh pelajaran yang berharga.
Pada saat seperti ini, justru kita harus mengkonsolidasikan kekuatan-kekuatan yang ada pada kita.
 Dalam hal ini antara lain  adalah sektor-sektor yang tidak banyak terpengaruh oleh naiknya harga barangbarang impor tetapi justru mendapat keuntungan dari padanya.  Di sini yang paling menonjol adalah sektor
pertanian, terutama agroindustri dan agribisnis.
Agroindustri dan agribisnis haruslah kita dorong untuk mendorong proses industrialisasi di
perdesaan, sekaligus penataan hubungan fungsional desa-kota.  Hal ini sangat penting dan tidak boleh
lengah dari perhatian kita mengingat proses industrialisasi hanya akan berkelanjutan apabila didukung oleh
peningkatan produktivitas pertanian dengan memungkinkan nilai tambah proses produksi, distribusi dan
pemasaran secara adil diterima oleh petani dan masyarakat perdesaan umumnya sehingga mampu
mendukung pembangunan sektor industri dan jasa. Sebaliknya peningkatan produktivitas pertanian dan
ekonomi perdesaan ini hanya akan terjadi apabila didukung oleh tumbuhnya budaya industri dan peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam masyarakat perdesaan.
Dalam kaitan itu, pengembangan kawasan andalan harus memperhatikan kesempatan berusaha
dan lapangan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat setempat. Pengembangan  kawasan andalan
yang berdampak pada pengurangan lapangan pekerjaan masyarakat dan lahan pertanian produktif perlu
dicegah karena berdampak negatif terhadap keberlanjutan ekonomi wilayah secara keseluruhan. Ketahanan
pangan wilayah (regional food security) merupakan hal yang sangat penting untuk diwujudkan dan terus
menerus dipelihara dan dimantapkan oleh kita semua.
Berbagai hal tadi saya harapkan dapat dibahas dalam Konasbang ini.
Secara khusus, Konasbang ini akan membahas persiapan penyusunan rencana investasi
pemerintah dalam tahun anggaran 1998/99.
Dalam hubungan itu ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan:
Pertama, dalam upaya mengatasi krisis moneter kita  berupaya untuk mengurangi pengeluaran
pemerintah yang tidak meningkatkan kapasitas, nilai tambah dan tidak mengurangi kemiskinan. Di samping
itu kita juga berusaha mengurangi dampak negatif dari berkurangnya kegiatan usaha masyarakat, terutama
yang menggunakan komponen impor yang besar. Sebaliknya kita harus memanfaatkan krisis moneter
tersebut, untuk mendorong kegiatan usaha yang mempunyai potensi ekspor.  Mengingat ada kemungkinan
anggaran pembangunan 1998/99 tidak bertambah, bahkan mungkin berkurang dibandingkan dengan
1997/98, maka semua investasi pemerintah tahun 1998/99 diarahkan agar lebih efisien dan efektif, sehingga penajaman prioritas menjadi amat penting.
Kedua, bencana alam kekeringan yang panjang dan kebakaran lahan telah mempengaruhi kinerja
berbagai sektor pembangunan, terutama sektor pertanian, kehutanan, dan perhubungan. Oleh karena itu
perhatian perlu lebih kita arahkan kepada upaya meningkatkan kinerja sektor-sektor tersebut dan berupaya
untuk mengembangkan keterkaitannya dengan sektor industri dan perdagangan.  Dalam kaitan ini, perlu
diprioritaskan upaya untuk merehabilitasi pusat-pusat produksi yang rusak. 
Ketiga, dalam upaya untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi daerah dan pemerataan perlu


Suroso,P.C.1997. Perekonomian Indonesia.Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka



Tidak ada komentar:

Posting Komentar