Selasa, 08 Maret 2011

bab1 (4.ekonomi pancasila)

4.Ekonomi Pancasila

Selayang Pandang Dominasi Ekonomi Neoliberal : Perlunya mencari alternatif
           
 Di era globalisasi ini arus perubahan negara-negara di dunia telah mengarah kepada homogenisasi paradigma kehidupan, yaitu universalisasi liberalisme. Di bidang politik, demokrasi liberal telah menjadi wacana utama, sedangkan di bidang ekonomi, ekonomi neoliberal yang bertumpu pada kapitalisme global menjadi arus utama.
            Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang telah mulai berkenalan dengan kapitalisme global seiring dengan model perekonomian era Orde Baru yang menjadikan paradigma pertumbuhan ekonomi (economic growth) menjadi panglima. Krisis devaluasi rupiah yang lantas menjelma menjadi krisis moneter sepanjang 1997 – 1998 telah membukakan mata bahwa pondasi perekonomian Indonesia yang dibangun atas dasar hutang luar negeri tidaklah kokoh. Namun, di era reformasi ini, kesadaran demikian tidak malah membangkitkan semangat di kalangan pemerintah untuk mencoba mencari alternatif sistem perekonomian yang manusiawi dan berkeadilan sosial, justru sebaliknya, saat ini Indonesia mengalami berbagai dentuman arus neoliberalisme yang terwujud dalam trio deregulasi, privatisasi, dan liberalisasi perdagangan.
            Di sisi lain, muncul perkembangan menarik dengan diwacanakannya sistem Ekonomi Pancasila yang merupakan sistem ekonomi yang berlandaskan dan dijiwai spirit nilai-nilai Pancasila. Pandangan sistem ini yang bisa dilacak dari ide-ide Bung Hatta, salah seorang proklamator RI, senada dengan pesan Pasal 33 UUD 1945 dan berbasiskan nilai-nilai sosio-religio-budaya masyarakat Indonesia.


Pengertian Ekonomi Pancasila

Ekonomi Pancasila merupakan ilmu ekonomi kelembagaan (institutional economics) yang menjunjung tinggi nilai-nilai kelembagaan Pancasila sebagai ideologi negara, yang kelima silanya, secara utuh maupun sendiri-sendiri, menjadi rujukan setiap orang Indonesia. Jika Pancasila mengandung  5 asas, maka semua substansi sila Pancasila yaitu (1) etika, (2) kemanusiaan, (3) nasionalisme, (4) kerakyatan/demokrasi, dan (5) keadilan sosial, harus dipertimbangkan dalam model ekonomi yang disusun. Kalau sila pertama dan kedua adalah dasarnya, sedangkan sila ketiga dan keempat sebagai caranya, maka sila kelima Pancasila adalah tujuan dari Ekonomi Pancasila.
Disinilah perlunya menengok ulang pemikiran Adam Smith yang 17 tahun sebelum menulis karyanyaInquiry Into The Nature and Causes of The Wealth of Nations (1776) yang kemudian menjadi “kitab suci” ideologi kapitalisme, telah menulis The Theory of Moral Sentiments (1759). Di dalam karya terdahulunya, terdapatlah ajaran asli Bapak Ilmu Ekonomi ini bahwa ilmu ekonomi sama sekali tidak bisa lepas dari faktor-faktor etika dan moral. Dalam buku ini, Smith mencoba mengembangkan ilmu ekonomi yang tidak saja bermoral namun juga mendesain aspek kelembagaannya. Dari sinilah keberadaan Ekonomi Pancasila paralel dengan pemikiran Smith.
            Menurut Boediono (mantan Menkeu RI), sistem Ekonomi Pancasila dicirikan oleh lima hal sebagai berikut:
(1)       Koperasi adalah sokoguru perekonomian nasional
(2)       Manusia adalah “economic man” sekaligus “social and religious man”.
(3)       Ada kehendak sosial yang kuat ke arah egalitarianisme dan kemerataan sosial.
(4)       Prioritas utama kebijakan diletakkan pada penyusunan perekonomian nasional yang tangguh.
(5)       Pengandalan pada sistem desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan ekonomi, diimbangi dengan perencanaan yang kuat sebagai pemberi arah bagi perkembangan ekonomi seperti yang dicerminkan dalam cita-cita koperasi.


Ekonomi Pancasila ditelikung dari dalam

Meskipun dasar negara Indonesia adalah Pancasila, namun ironisnya sistem perekonomian yang selama ini berlangsung tidaklah bersumber darinya. Setelah dicengkeram sistem ekonomi komando di era Orde Lama yang bercorak sosialisme, berikutnya perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi pasar yang bercorak kapitalisme di era Orde Baru. Jeratan kapitalisme pun semakin menguat seiring derasnya paham ekonomi neoliberal yang datang melalui agen-agen kapitalisme global seperti World Bank dan IMF setelah Indonesia mengalami krisis moneter.
Dalam perjalanan republik ini, bisa dikatakan telah terjadi penelikungan sistem ekonomi nasional sehingga Pancasila sebagai dasar negara belum sepenuhnya menjiwai sistem perekonomian negara ini, baik oleh aktor eksternal yang dimotori  oleh World Bank dan IMF maupun oleh aktor internal yaitu pemerintah melalui serangkaian kebijakan ekonominya yang bersifat neoliberal dan kalangan intelektual ekonomi dengan pemikiran-pemikirannya.
Dalam prakteknya, menurut Mubyarto (Kepala PUSTEP UGM), fakultas ekonomi sebagai gudang pemikiran ilmu ekonomi telah menyumbang 3 dosa dalam pengajarannya yang berperan memperparah marginalisasi Ekonomi Pancasila, yaitu:
(1)       bersifat parsial dalam mengajarkan ajaran ekonom klasik Adam Smith. Konsep Smith tentang Manusia Sosial (homosocius, tahun 1759) dilupakan atau tidak diajarkan, sedangkan ajaran berikutnya pada tahun 1776 (manusia sebagai homoeconomicus) dipuja-puji secara membabi buta.
(2)       metode analisis deduktif dari teori ekonomi neoklasik diajarkan secara penuh, sedangkan metode analisis induktif diabaikan. Hal demikian bertentangan dengan pesan Alfred Marshall dan Gustave Schmoller, dua tokoh teori ekonomi neoklasik, untuk memakai dua metode secara serentak laksana dua kaki.
(3)       ilmu ekonomi menjadi spesialistis dan lebih diarahkan untuk menjadi ilmu ekonomi matematika. Menurut Kenneth Boulding dalam Economic as A Science, ilmu ekonomi dapat dikembangkan menjadi salah satu atau gabungan dari cabang-cabang ilmu berikut: (a) ekonomi sebagai ilmu sosial (social science); (b) ekonomi sebagai ilmu ekologi (ecological science); (c) ekonomi sebagai ilmu perilaku (behavioral science); (d) ekonomi sebagai ilmu politik (political science); (e) ekonomi sebagai ilmu matematika (mathematical science); dan (f) ekonomi sebagai ilmu moral (moral science)
Sebagai sebuah gagasan besar, Ekonomi Pancasila sebagai sistem ekonomi bukan-bukan, bukan kapitalisme juga bukan sosialisme, menawarkan harapan berupa sistem perekonomian alternatif yang bersifat komprehensif integral bagi jutaan masyarakat Indonesia demi mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana termaktub dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945.
Dalam konteks inilah kemudian diperlukan adanya reformasi tidak saja dalam tataran implementasi kebijakan perekonomian selama ini, namun juga transformasi pola pikir dari ekonomi neoliberal yang dominan untuk menjadi lebih berkemanusiaan dan berkeadilan sosial yang dijiwai nilai-nilai Pancasila. Bukan hal yang mustahil jika kelak istilah Hattanomics menjadi ikon Ekonomi Pancasila dan bisa menggeser dominasi perspektif Reagenomics dan Thatcherisme- ikon utama gagasan Ekonomi Neoliberal.



This is the first serial which was written due to regular essay assignment  related to specific topic of every single lecture ofKuliah Ekstrakurikuler Ekonomi Pancasil (KEEP) held by Pusat Studi Pancasila (PUSTEP) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, from 26 March - 20 August 2005. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar